Oleh: R. Andika Putra Dwijayanto, S.T.
(Peneliti Ahli Pertama Teknologi Keselamatan Reaktor Nuklir)
Kalau ada klaim penemuan-penemuan baru di
dunia ilmiah, hal pertama yang harus dijaga adalah healthy scepticism.
Skeptisisme sehat. Tidak semerta-merta menolaknya mentah-mentah, tapi juga
tidak menerimanya begitu saja. Reserve the judgment, setidaknya sampai penemuan
tersebut dipublikasikan di jurnal ilmiah.
Ada alasan kenapa klaim penemuan baru itu
harus dipublikasikan di jurnal ilmiah. Karena di jurnal lah hasil penelitian
tersebut dapat diperiksa dengan ketat, terkait metode, analisis, pengambilan
kesimpulan, kebaruan penelitian, dan lain-lain. Istilahnya peer-review.
Pemeriksa juga bukan sembarang orang, tapi harus yang pakar di bidang tersebut,
yang artinya mereka menguasai kaidah-kaidah ilmiah yang diperlukan. Kalau tidak
memenuhi kriteria, peer reviewer bisa menyuruh penulis makalah untuk
melakukan revisi, entah mayor atau minor.
Atau bisa juga DITOLAK.
Bahkan makalah yang dipublikasikan di
jurnal ilmiah saja masih bisa dikritik. Contoh makalah Mark Jacobson et al
tentang 100% renewable yang terbit di jurnal milik Elsevier. Dikritik
oleh Ben Heard et al dengan makalah yang dipublikasikan di jurnal laintapi milik Elsevier juga. Cook et al (2013) dikritik oleh Tol (2016) dan
kemudian dijawab lagi oleh Cook et al (2016). Makalah Kharecha dan Hansen
(2013) dikritik oleh Sovacool et al (2013) dan dijawab lagi oleh Kharecha
(2013). Jadi diterima pun bukan berarti pasti bebas kritik.
Peer-review
dan publikasi di jurnal ilmiah inilah yang menjamin bahwa dunia penelitian
tidak keluar jalur. Metodologi ilmiah terjaga, pun kualitas penelitian dan
argumentasi ilmiah.
Semakin tinggi klaimnya, level jurnal yang
harus ditembus juga harus semakin tinggi. Biasanya level jurnal ada kategorisasinya,
sekarang entah pakai Scopus, Scimago, atau Web of Science. Di Juknis Peneliti
LIPI, ada kategorisasi jurnal nasional dan internasional. Jurnal internasional
pun ada yang masuk kategori terindeks global bereputasi tinggi, menengah,
sedang, atau lainnya. Penilaiannya berbeda-beda. Scimago pun
mengkategorisasikan jurnal dalam empat kuartil, dari Q1-Q4. Q1 paling tinggi,
Q4 paling rendah.
Di jurnal internasional inilah
penelitian-penelitian ilmiah dengan klaim tinggi seharusnya dipublikasikan.
Bukan di jurnal nasional apalagi cuma sekadar prosiding. Mohon maaf, saya tidak
yakin dengan iklim jurnal nasional saat ini. Apalagi yang kurang dari SINTA-2.
Lah SINTA-2 saja masih banyak yang bermasalah, SINTA-1 juga. Padahal SINTA-1
adalah kategorisasi tertinggi di pangkalan data jurnal nasional Kemenristek.
Iklim penelitian dan publikasi nasional
masih kurang baik untuk makalah-makalah dengan klaim tinggi. Sudah berapa kali
saya baca makalah yang diterbitkan di jurnal nasional dan saya jadi
bertanya-tanya bagaimana ceritanya makalah dengan kualitas ambyar seperti itu
bisa nyasar di jurnal nasional terakreditasi. Entah yang kategorinya SINTA-3
kebawah seperti apa kontrol kualitasnya. Barangkali sulit, karena tiap-tiap
jurnal berebut makalah. Seperti angkot Sukabumi berebut penumpang saking
banyaknya. Terbit tepat waktu saja belum tentu bisa. Kontrol kualitas apalagi.
Jadi, klaim penemuan baru, apalagi yang
terdengar bombastis, memang sebaiknya dikirim ke jurnal internasional. Kalau
bisa jurnal ilmiah internasional bereputasi tinggi, yang punya proses peer
review ketat dan acceptance rate rendah. Kalau diterima dan
diterbitkan, baru klaim penemuan tersebut bisa dipertimbangkan.
Ingat, DIPERTIMBANGKAN. Bukan dianggap
pasti benar. Karena penemuan baru harus diteliti lebih lanjut dan harus bisa
direplikasi. Kalau syarat replikasi itu gagal, maka klaim penemuan baru
tersebut bisa dianggap JUNK CLAIM. Bahkan makalahnya bisa
diretraksi, seperti makalah Andrew Wakefield yang menyatakan bahwa vaksin dapat
menyebabkan autisme. The Lancet meretraksi makalah tersebut karena berbagai
pelanggaran ilmiah dan manipulasi data oleh Wakefield, serta ketidakbisaan
untuk direplikasi oleh peneliti lain.
Kalau di instansi penelitian bereputasi,
nyaris tidak ada klaim bombastis. Pasti menggunakan klaim-klaim yang bersifat
dugaan. Kecuali kalau sudah masuk systematic review dan meta-analysis.
Tapi yang namanya penemuan baru sih masih jauh dari systematic review.
Apalagi meta-analysis.
Maka, kalau ada klaim bahwa radiasi nuklir
dosis rendah itu bermanfaat bagi kesehatan (hormesis), atau sebaliknya
bahwa radiasi dosis rendah itu berbahaya, atau klaim bahwa merokok bermanfaat
bagi kesehatan, santai saja. Tunggu sampai terpublikasi di JURNAL ILMIAH
INTERNASIONAL BEREPUTASI TINGGI (misalkan Chemico-Biological Interactions atau British Medical Journal) kemudian nantikan
kalangan ilmiah membaca, mengomentari, meneliti lebih lanjut, serta berusaha
mereplikasi hasil penelitian. Sebelum dipublikasikan, klaim tersebut dapat
dikatakan TIDAK PERNAH ADA.
Rumit? Memang. Begitulah dunia ilmiah
menjaga kualitasnya. Kalau tidak punya pemahaman dan pengalaman dengan dunia
penelitian, tidak disarankan untuk memercayai klaim-klaim bombastis yang tidak
pernah dipublikasikan pembuktiannya. Supaya tidak dikata-katai dalam hati oleh
mereka yang paham betapa rumitnya dunia penelitian ilmiah.
0 komentar:
Posting Komentar