- Anda punya topik riset,
- Anda punya anggaran dan fasilitas riset,
- Anda melakukan riset,
- Anda menerbitkan hasil risetnya untuk diseminasi.
Jadi ketika ada yang berhalusinasi bahwa
"ateis di Indonesia tidak bisa berkontribusi dalam sains dan teknologi
karena ateisme tidak diberikan ruang untuk berkembang," maka itu hanya
karangan dobol belaka.
Entitas negara sekuler tidak
mempertimbangkan aspek metafisik yang diyakini seseorang dalam pengembangan
sains dan teknologi secara epistemologis. Pertimbangan lebih besar justru
terletak pada aspek politik terkait visi sains dan teknologi negara, yang mana
nilai-nilai yang dianut terkait visi politis itu bersifat sekuler pula—tidak terkait
dengan nilai agama apapun. Plus, tentu saja, politik nasional maupun internasional
dengan berbagai aktor pemegang kepentingan yang 100% tidak berpegang pada nilai-nilai
agama.
Kalau secara ontologis dan aksiologis
kemudian terpengaruh agama/ideologi tertentu, itu wajar. Keduanya memang tidak
bebas nilai, sebagaimana para ateis juga memandang aspek ontologik dan
aksologik dari sains dan teknologi itu berdasarkan ideologi ateisme yang mereka
anut. Seorang teis bebas mengkritik pemahaman ateis dalam kedua aspek ini
sebagaimana seorang ateis sesuka hati mengkritik teis. Tapi dari aspek
epistemologis, yang notabene merupakan hal dasar yang seharusnya dilakukan
sebelum beranjak pada dua aspek lainnya? Tidak ada yang melarang.
Sejak awal kemerdekaan, arah litbangjirap
sains dan teknologi di Indonesia itu secara eksklusif dibangun atas pondasi
nilai sekuler. Tidak dikaitkan dengan agama, tidak peduli terkait aspek
ketuhanan sama sekali. Tidak pernah ada motivasi, inspirasi, apalagi pondasi
membangun sains dan teknologi berdasarkan agama. Etika penelitian tidak pernah
dilandaskan pada agama tertentu, melainkan JUSTRU berdasarkan
nilai-nilai humanis, yang notabene lahir dari rahim sekulerisme yang tidak
peduli agama.
Jadi, ketika ada ateis dobol yang mengeluh
bahwa mereka tidak diberi ruang "kebebasan untuk berkembang" makanya
tidak berkontribusi dalam perkembangan sains dan teknologi di Indonesia, maka
ketahuilah bahwa mereka cuma ngarang bebas saja. Khayalan dobol untuk menutupi skill
issue mereka, yang secara kapasitas pribadi sama sekali tidak kompeten
untuk menjadi seorang saintis maupun insinyur. Bukan karena dibatasi untuk
berkembang, tapi memang darisananya tidak bisa apa-apa.
Ateis model begini cuma bisa mangap lebar
saja, meski isinya lebih kosong daripada void space berjarak 300 parsec.
Jadi ateis pun cuma karena malas ibadah saja, emotionally-driven ignorance,
bukan karena "pencerahan" or something incredible idk.
Pondasi litbangjirap sains dan teknologi darisananya
sekuler, negara dijalankan berdasarkan ideologi sekulerisme, yang disalahkan
agama lagi. Idiot eksponensial.
What a complete waste of oxygen.
0 komentar:
Posting Komentar