Jumat, 25 Mei 2018

Ramadhan #7: Kesombongan

Sekitar dua hari lalu, waktu tilawah Qur'an, saya sampai pada ayat yang menjelaskan kronologi diusirnya iblis dari surga di Surat Al A'raf. Alasannya tampak sangat sepele, tapi sebenarnya serius. Iblis merasa tinggi hati. Merasa lebih baik dari Adam. Ana khairu minhu. Iblis diciptakan dari api, sementara Adam dari tanah. Merasa 'kasta'-nya lebih tinggi, Iblis pun menolak sujud pada Adam, ketika diperintahkan oleh Allah.
Karena satu kesalahan yang bagi orang-orang pada umumnya terdengar sepele itu, Iblis diusir dari surga dan dilaknat oleh Allah, serta akan dijebloskan ke dalam neraka di Hari Pembalasan. Karena satu kesalahan saja: Sombong.
Meski tampak sepele, kesombongan pada hakikatnya adalah dosa besar. Bahkan Rasulullah SAW menegaskan bahwa tidak akan masuk surga orang-orang yang masih ada kesombongan dalam hatinya, walau hanya sebesar biji sawi. Dalam literatur Nasrani sekalipun, sombong merupakan satu dari Tujuh Dosa Besar. Penegasan Rasulullah terkait kesombongan jelas merupakan qarinah bahwa sombong itu merupakan keharaman, dosa besar.
Kenapa dosa besar? Implikasi dari kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain. Ketika disampaikan sebuah kebenaran, dia menolak. Akhirnya jadi tenggelam dalam kesalahan dan atau kesesatannya. Merendahkan orang lain, artinya menganggap rendah seseorang yang sebenarnya tidak rendah. Sesungguhnya Iblis tidak lebih mulia kedudukannya dari Adam, tetapi Iblis merendahkan Adam hanya karena Adam diciptakan dari tanah. Jadinya merasa lebih hebat dan bisa jadi semena-mena. Merendahkan orang lain ini berkaitan erat dengan menolak kebenaran.
Selesai membaca ayat-ayat itu, saya jadi terpikir beberapa hal. Pertama, betapa buruknya diri saya, karena masih banyaknya kesombongan dalam hati ini. Semoga Allah mengampuni saya dan mencegah saya dari terus memelihara kesombongan.
Kedua, jika Iblis diusir dari surga karena bersikap sombong dan kelak akan kekal di neraka, lantas bagaimana dengan orang-orang yang menolak hukum-hukum Allah? Menolak perintah-perintahNya untuk diaplikasikan dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari individu, masyarakat hingga negara? Menolak karena hawa nafsunya dan atau, wal 'iydzu billah, menolak karena menganggap wahyu Allah lebih rendah daripada apa yang ditetapkan dari akalnya sendiri! Padahal di sisi Allah lah kebenaran yang hakiki berada. Allah lah yang memiliki kedudukan tertinggi dalam penentuan hukum dan peraturan hidup, karena Dia lah Pencipta manusia, alam semesta dan kehidupan.
Bukankah penolakan terhadap hukum Allah itu merupakan kesombongan yang nyata?
Lantas, bagaimana nasib mereka yang sombong terhadap hukum-hukum Allah di akhirat kelak?
Semoga kita dihindarkan dari kesombongan, khususnya kesombongan terhadap hukum-hukum Allah. Dan bagi yang saat ini masih memiliki kesombongan terhadap Allah, terhadap hukum-hukum yang diperintahkanNya untuk diterapkan dalam kehidupan pribadi, masyarakat dan negara, semoga mereka menyadari kesalahannya dan bertaubat sebelum nyawanya berada di tenggorokan. Kalau tidak, Iblis akan merasa senang mendapatkan teman dalam siksaan abadinya.

0 komentar:

Posting Komentar