Oleh: R. Andika Putra Dwijayanto
Ada seorang teman yang nulis kalimat ini, kemungkinan hasil dari tontonannya di YouTube:
“Nasi kita buang sebutir dibilang mubadzir, lah umur dibuang-buang begitu aja tanpa nglakuin hal bermanfaat nggak kita bilang mubadzir *facepalm*” (Maulidina, 2015)
Itu kurang lebih merangkum kebiasaan anak muda soal kehidupan cintanya. Youth love in a nutshell.
Cinta-cintaan remaja itu biasanya time wasting. Buang-buang waktu. Kalau di sepakbola, time wasting ini dilakukan oleh tim yang menang di akhir-akhir pertandingan buat mengulur-ngulur waktu. Tujuannya, biar lawan nggak bisa merebut bola dan memastikan kemenangan. Tapi, konteks ini nggak nyambung kalau diaplikasikan ke cinta-cintaan remaja, jadi abaikan saja.
Buang-buang waktu anak muda dalam hal cinta-cintaan bau kentut adalah karena dua hal: 1. Mereka menghabiskan waktu buat sesuatu yang salah, dan 2. Karena sesuatu itu salah, maka jadi nggak penting buat dilakukan. Keduanya beda, tapi sama-sama nggak berguna dalam suatu segi.
Yang pertama, menghabiskan waktu buat sesuatu yang salah. Coba, kalau anak muda misalnya terjebak dalam paradigma ngawur soal cinta? Bahwa kalau misalnya cinta itu harus dibuktikan lewat pacaran? Kalau cinta maka harus pacaran? Maka dia akan melakukan segala usaha buat memacari sang Pujaan hati… Apa kabarmu? Kuharap, kau baik-baik sajaaa~
Ehem. Oke, itu lirik lagu zaman kapan tahu. Purbakala, mungkin, aku nggak mau repot-repot nyari tahu. Tapi itu merangkum kerjaan Para Pencari Pacar ini. Mikirin sang pujaan hati sampai lupa makan, lupa tidur, lupa nyuci piring, sampai lupa jadwal kuliah. Yang pasti terjadi adalah lupa Tuhan. Lupa Allah. Karena dalam pandangan Para Pencari Pacar, apalagi yang level ekstrem, mengetahui apakah pujaan hatinya udah makan atau belum adalah lebih penting ketimbang mengetahui udah berapa ratus kali shalat wajib yang dia tinggalin dan berapa ratus larangan Allah yang dia langgar. Jadi jangankan sadar dosa, keberadaan dosanya aja masa bodoh, nggak mau tahu, peduli setan. Siapa elu? Emang elu penting, ya? Nggak bakal jauh dari sana.
Belum lagi kalau udah pacaran. Apa ada orang yang pacaran tapi nggak pernah komunikasi? Nggak pernah ngajak jalan bareng? Makan bareng? Dan segala macam tetek bengek pacaran yang aku nggak paham satu persatu kenapa para aktivis pacaran ini kepikiran buat melakukannya? Impossibru! Nggak mungkin. Sehari komunikasi itu minimal bisa sejam dua jam, secara akumulatif. Sehari nggak ada SMS atau pesan LINE dari pacar, rasanya kayak ditinggalin Bang Toyib tiga kali puasa tiga kali lebaran. Ngambek, bad mood, curhat sana-sini. Sekalinya komunikasi, hal-hal remeh temeh super nggak penting sedikitpun macam tadi pagi udah BAB atau belum aja diomongin. Bloody hell…
Kalau ditambah sama kegiatan jalan-jalan di luar rumah, wasting time-nya bisa makin gila dan parah. Ke kebun binatang, ke Ancol, ke Parangtritis, ke kuburan Cina, ke tempat makan Amigos (baca: agak minggir got sedikit), kemanapun. Sebentar? LOL keep dreaming. Bisa berjam-jam bahkan sampai semalaman! Kadang sampai harus nginep di kediaman salah satunya, yang hampir selalu berujung pada Kejadian Paling Tidak Diharapkan Nomor Satu Dalam Pacaran Tapi Dengan Bodohnya Selalu Saja Dilakukan. If you know what I mean.
Senang? Pasti senang. Kata siapa yang begituan nggak menyenangkan? Yoi, ma bro. Berguna? Not. A. Single. Chance. Sama sekali nggak. Kenapa? Lha wong yang mereka lakuin nggak ada yang bener. Pacaran adalah Pelanggaran Nomor Satu dari Statuta Interaksi Antara Pria dan Wanita, yang memiliki konsekuensi dosa dari Sang Pencipta. Sang Pencipta, Allah SWT, menentukan bahwa tindakan pacaran itu melanggar larangannya. Tindakan salah. Ya wajar kalau kena dosa. Lantas, apa implikasinya? Artinya memang pacaran itu time wasting. Buang-buang waktu, melakukan sesuatu yang salah.
Kedua, karena sesuatu itu salah, jadi nggak penting buat dilakukan. Manusia dikasih pilihan itu buat diuji, dia bakalan mikir pake otaknya buat milih yang bener apa yang salah? Nggak, Sang Pencipta nggak pernah maksa kita buat milih. Kita bebas milih. Tapi kita juga yang nanggung konsekuensinya, entah milih yang bener atau salah. Itu udah ada di area yang kita kuasai. Nggak bisa lari dari tanggungjawab.
Sesuatu yang bener belum tentu penting buat dilakukan. Ngasih sedekah itu bener, tapi kalau sedekahnya ke orang berduit? Ya nggak penting. Tapi kalau sesuatu yang salah, apa penting buat dilakukan? Penting. Tapi buat ditinggalkan. Dilakukan? Jawabannya jelas banget, sama sekali nggak penting. Menggunakan sisa waktu hidup di dunia buat melakukan sesuatu yang nggak penting, apa bukan wasting time itu namanya? Senang sih senang, bisa berleha-leha bareng pacar atau gebetan, kencan mulai dari KFC sampai kamar kos, makan bareng sambil suap-suapan es krim yang tanpa sengaja tercampur potongan kecoak, ngobrol mesra, de el el. Siapa yang nggak akan melayang ke langit ketujuh? Sayangnya, nggak ada gunanya.
“Demi waktu, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian.” (QS Al-Ashr: 1-2)
Secara filosofis, usia manusia itu nggak bertambah. Justru berkurang. Sejak sebelum manusia lahir, Allah SWT udah menentukan kapan manusia itu mati. Dan nggak ada manusia yang tahu kapan batas usianya habis. Normalnya, fakta ini harusnya bakalan memicu manusia buat berusaha menggunakan sisa waktunya yang tiap detik terus berkurang demi menyelesaikan ujian dunia dengan baik. Ya, dunia ini ujian. Hasilnya cuma dua alternatif: surga atau neraka. Sayang kalau waktu yang terbatas ini cuma digunakan buat wasting time. Buang-buang waktu, ditambahi dosa pula. Padahal tahu kapan bakalan mati aja nggak.
Imam Hasan Al-Bashri pernah mengibaratkan bahwa manusia itu cuma kumpulan hari. Dengan berlalunya suatu hari, maka hilang pula sebagian dari manusia itu. Lalu, apa kira-kira yang bakalan terjadi kalau sebagian dari diri kita hilang meninggalkan tumpukan dosa akibat membuang-buang waktu untuk hal yang salah dan nggak penting? Happy ending? Impossibru.
Sayang banget kalau masa muda cuma dipakai buat senang-senang yang rata-rata salah dan menyesatkan, apalagi urusan cinta-cintaan. Senangnya sesaat, sakitnya tuh di sini bisa selamanya.
Rasulullah ﷺ bersabda, “Diantara baiknya keislaman seseorang adalah ketika ia meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya.” (HR Ahmad)
Imam asy-Syafi’i r.h. mengatakan, “Aku pernah bersama dengan orang-orang sufi. Aku tidaklah mendapatkan pelajaran darinya selain dua hal. Pertama, dia mengatakan bahwa waktu bagaikan pedang. Jika kamu tidak memotongnya, maka dia akan memotongmu. Kedua, jika dirimu tidak tersibukkan dengan hal-hal yang baik, pasti akan tersibukkan dengan hal yang sia-sia.”
Apalagi buat anak muda. Rasulullah ﷺ bersabda, “Tidaklah kedua kaki seorang hamba tergelincir ke dalam neraka sampai ditanya tentang empat hal: tentang umurnya bagaimana dia habiskan, tentang masa mudanya bagaimana dilewati…” (HR Thabrani)
See?
Kehidupan percintaan remaja mainstream itu tipikalnya selalu buang-buang waktu dan numpukin dosa. Bersenang-senang, berleha-leha buat sesuatu yang nggak ada gunanya. Apakah layak buat dilakukan? Jawabannya tentu bisa disimpulkan sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar