Rabu, 20 Maret 2024

30 Serba Serbi Nuklir, Bagian 10: Bagaimana Dengan Air Buangan Fukushima Daiichi?

Oleh: R. Andika Putra Dwijayanto, M.Eng. 

Kecelakaan Fukushima Daiichi terjadi pada tahun 2011. Sudah lewat satu dekade lebih. Tapi masih ada hal yang kelihatannya mengusik banyak orang dalam penanggulangan kecelakaannya, yakni pembuangan air radioaktif ke laut.

Apa?

Ya. Pemerintah Jepang memutuskan untuk membuang air terkontaminasi bahan radioaktif dari PLTN Fukushima Daiichi ke lautan Pasifik. Tokyo Electric Power Company (TEPCO), selaku operator Fukushima Daiichi (dan yang bertanggung jawab dalam membangun dinding laut di bawah standar), akan membuang air yang tersimpan di penampungan pengolahan limbah radioaktif secara bertahap mulai tahun 2023 lalu, dan masih berlangsung sampai sekarang. Keputusan ini diambil walau terdapat penentangan dari para nelayan dan negara tetangga seperti Cina dan Korea Selatan.

Apakah keputusan ini merupakan keputusan yang bijak? Kan, itu, airnya radioaktif? Gimana, tuh? Pasti bahaya, kan? Iya, kan?

Oke, pertama mesti diluruskan dulu bahwa radiasi nuklir tidak selalu bahaya. Tingkat bahaya radiasi nuklir ditentukan utamanya oleh dosis radiasi yang diterima. Selama dosis radiasinya jauh di bawah standar ketahanan tubuh manusia, tidak ada yang mesti dipikirkan.

Kedua, keputusan untuk membuang air radioaktif ke laut ini seharusnya sudah diambil sejak lama. Diskusi dan dialog berlarut-larut tidak akan membuat air radioaktif Fukushima Daiichi somehow lebih selamat atau lebih bersih. Karena membuatnya benar-benar bersih dan murni itu tidak diperlukan sama sekali.

Kenapa?

Air terkontaminasi yang hingga saat ini tersimpan di bekas unit PLTN Fukushima Daiichi secara praktis terbebas dari elemen radioaktif kecuali tritium. Elemen radioaktif lain yang relatif lebih memiliki potensi bahaya, seperti caesium-137 dan strontium-90, sudah disaring duluan menggunakan yang namanya advanced liquid processing system. Sistem ini bisa menyaring mayoritas material pengotor di dalam air, kecuali tritium.

Kenapa tidak bisa memisahkan tritium?

Sebelumnya, sudah dibahas bahwa tritium adalah salah satu bahan baku untuk reaksi fusi nuklir, yang waktu itu kita sebut sebagai hidrogen-3. Jadi, tritium adalah isotop radioaktif dari hidrogen, yang inti atomnya tersusun dari dua netron dan satu proton. Dalam reaktor nuklir, tritium terbentuk dari tangkapan netron berturut-turut oleh atom hidrogen. Pertama, hidrogen menangkap netron untuk kemudian bertransmutasi menjadi deuterium, yang kalau direaksikan dengan oksigen akan menjadi air berat. Berikutnya, ketika atom deuterium menangkap netron lagi, ia akan bertransmutasi menjadi tritium. Hidrogen dalam reaktor nuklir adanya di mana? Air, yang notabene jadi material pendingin dan moderator.

Berbeda dengan hidrogen dan deuterium, tritium bersifat radioaktif dan meluruh dengan waktu paruh 12 tahun. Artinya, kalau radioaktivitas tritium pada suatu waktu bernilai 10, maka 12 tahun kemudian, aktivitasnya turun jadi bernilai 5. Paham sampai sini?

Sifat radioaktif tritium tidak serta merta menjelaskan bahwa tritium itu berbahaya, sebagaimana ditekankan sebelumnya. Maka, perlu dipahami dulu karakter tritium.

Sebagaimana telah disebutkan, tritium meluruh dengan waktu paruh 12 tahun. Peluruhan tritium adalah peluruhan beta-negatif menjadi helium-3, dengan energi beta sebesar 5,7 keV. Sebagai perbandingan, isotop cesium-137 yang ditemukan nyasar di Perumahan Batan Indah awal tahun 2020 lalu, sebelum pandemi Covid-19 mengacak-acak dunia, merupakan pemancar radiasi gamma dengan energi 662 keV. Kira-kira 116 kali lebih kuat.

Dijelaskan sebelumnya pada pembahasan tentang radiasi nuklir, bahwa radiasi beta memiliki daya tembus jauh lebih lemah daripada radiasi gamma. Pakai aluminium foil sudah cukup. Ditambah dengan energi yang sangat rendah, radiasi beta tritium hanya mampu menjangkau jarak 6 mm di udara. Sangat pendek, meski lebih panjang daripada nalar pembela entitas ilegal penjajah maniak genosida yang menyebut diri mereka sebagai Israel. Dalam jaringan tubuh, jarak jangkaunya lebih rendah lagi.

Radiasi beta yang dipancarkan tritium tidak cukup kuat untuk menyebabkan dampak kesehatan apapun. Tidak ada hubungannya kontaminasi tritium pada air dengan kanker atau defek genetik lain pada manusia atau biota apapun. Tidak ada bukti ilmiahnya, hanya hipotesis yang tidak memiliki landasan saintifik apapun. Kenapa? Ya karena energi radiasinya sangat rendah dan tidak mengalami bioakumulasi.

Sebagai bukti, limit klirens tritium di berbagai negara tidak ada yang sama. Di Amerika Serikat, limit klirens tritium hanya 740 Beqcuerel (Bq) per liter. Namun, di Kanada, limit klirens tritium lebih tinggi, 7000 Bq per liter. Finlandia menetapkan hingga 30.000 Bq per liter, bahkan Australia hingga 76.103 Bq per liter. WHO sendiri menetapkan limit klirens 10.000 Bq per liter.

Sebagai perbandingan, air buangan Fukushima Daiichi itu memiliki konsentrasi tritium sebesar 1.500 Bq per liter.

Pertanyaannya, apakah angka-angka tersebut ada landasan ilmiahnya?

Jawabannya adalah tidak ada. Angka-angka tersebut dipilih hanya karena mudah dicapai saja dengan teknologi yang ada. Bukan karena kandungan tritium di atas angka-angka tersebut kemudian jadi berbahaya. Karena kalau ada landasan ilmiah khusus soal itu, tidak mungkin perbedaannya bisa sampai berkali lipat.

Jadi, dengan kadar tritium hanya 1.500 Bq per liter, itu sudah jauh di bawah batasan limit WHO dan tidak ada masalah dilepas ke lautan. IAEA sudah menyetujui juga, dan mind you, IAEA itu sangat konservatif (baca: rewel) soal keselamatan radiasi. Jika IAEA yang super konservatif itu sudah menyetujui, apa pula alasannya menganggap lepasan air radioaktif itu berbahaya.

Lagipula, beberapa PLTN di Cina dan Korea Selatan juga melepaskan air tritium ke laut dengan kadar lepasan jauh lebih besar daripada Fukushima Daiichi, jadi tidak jelas kenapa mereka harus rewel soal Fukushima Daiichi. Kecuali masalah persaingan geopolitik di Asia Timur.

Ketika menjadi bagian dari air, maka sifat biologis tritium juga sama dengan air. Waktu paruh tritium mungkin 12 tahun, tetapi waktu paruh biologisnya sama dengan air, yakni 10 hari. Artinya, dalam waktu sekitar 2 bulan, tritium yang diminum oleh seseorang secara praktis sudah dibuang semua dari dalam tubuh. Potensi kerusakan yang dapat disebabkan, jikalau memang ada (fun fact: tidak ada), dapat dihilangkan dengan cepat.

Mungkinkah tritium terkonsentrasi lagi di lautan setelah mengalami pengenceran? Sebagai isotop hidrogen, tritium sangat “lengket” dengan molekul air, lebih lengket daripada muda-mudi baru nikah. Ketika tritium dicampur dengan air biasa, maka tritium akan sangat mudah diencerkan. Artinya, konsentrasinya akan turun drastis. Ibarat kata meneteskan tiga tetes pewarna di sepanci besar es boba pemicu diabetes, pasti pewarna itu akan jadi encer, kan? Sama, air tritium juga.

Mustahil untuk membuat konsentrasi tritium meningkat secara alami di lautan, karena itu membutuhkan teknologi separasi isotop. Suatu hil yang mustahal untuk terjadi secara alami. Jadi, tidak ada peluang tritium akan entah bagaimana meningkat lagi konsentrasinya di lautan lalu membahayakan biota.

Tapi bagaimana kalau tritiumnya mengendap di hewan laut? Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, tritium tidak mengalami bioakumulasi. Jadi tidak akan mengendap terus di dalam tubuh hewan laut. Sekalipun mengendap, lantas apa dosis radiasi yang lebih rendah daripada makan pisang goreng itu berbahaya?

Ikan-ikan dan hewan laut yang ditangkap dari perairan Pasifik tempat dibuangnya air radioaktif Fukushima Daiichi bisa dikatakan tidak akan mengalami bioakumulasi tritium dalam jaringan tubuhnya. Kontaminasi merkuri dan logam berat lainnya jauh lebih mungkin mengalami bioakumulasi daripada tritium. Seseorang harus lebih takut terjadi pencemaran sejenis Minamata daripada air tritium Fukushima.

Lagipula, air laut itu sudah radioaktif. Secara alami, air laut sudah mengandung uranium, kalium-40, rubidium-87, dan tentu saja tritium yang dihasilkan dari iradiasi sinar kosmik di atmosfer (ingat, matahari dan bintang-bintang lainnya nyumbang radiasi gamma ke permukaan bumi). Air radioaktif yang akan dilepaskan dari tangki penampungan Fukushima Daiichi tidak ada apa-apanya dibandingkan kelimpahan radioaktivitas laut.

Kesimpulannya, tidak ada potensi bahaya dari membuang air terkontaminasi radioaktif Fukushima Daiichi ke laut Pasifik. Kontaminan pada air radioaktif Fukushima Daiichi hanya tinggal tritium, isotop hidrogen yang merupakan radionuklida lemah. Radiasi beta yang dipancarkan tritium lemah dan isotop ini sangat mudah diencerkan di dalam air, tidak mengalami bioakumulasi.

Konsentrasi tritium di air radioaktif Fukushima Daichi pun lebih rendah dibandingkan limit klirens di berbagai negara. PLTN yang beroperasi normal di Kanada bisa melepaskan tritium dengan konsentrasi lebih tinggi daripada air radioaktif Fukushima Daiichi. Tidak ada masalah, tuh. Penduduk Kanada baik-baik saja. Tidak ada yang jadi sakit karena makan ikan yang dipancing di dekat PLTN Bruce, misalnya.

Maka, siapapun yang berusaha menakut-nakuti publik tentang bahaya air radioaktif Fukushima Daiichi, pada hakikatnya mereka tidak paham fisika nuklir dan punya agenda tertentu di belakangnya.

0 komentar:

Posting Komentar