Oleh: R. Andika Putra Dwijayanto, M.Eng.
Sejauh ini, kita
sudah memahami bahwa energi nuklir itu bisa dimanfaatkan untuk kepentingan
sipil dengan memanfaatkan sebuah sistem yang bernama reaktor nuklir. Panas yang
dihasilkan oleh reaktor nuklir ini kemudian dikonversi menjadi listrik melalui
sistem pembangkitan energi. Reaktor nuklir dan sistem pembangkitan energinya
(serta sistem pendukung lain yang mendukung proses ini), secara integral,
disebut sebagai PLTN.
Nah, kita tahu
kalau reaktor nuklir, sebagai sistem pembangkitan panas di PLTN, tersusun
minimal dari tiga komponen, yakni bahan bakar, pendingin, dan sistem kendali
reaktivitas. Dalam banyak kasus, terdapat juga komponen berupa moderator. Kalau
kita membaca ini saja, bisa terbayangkan bahwa yang namanya reaktor nuklir itu
tidak hanya bisa menggunakan satu desain. Utamanya dari aspek bahan bakar,
pendingin, dan moderator. Jenis-jenisnya, kan, banyak. Berarti, mungkin juga,
dong, membuat desain reaktor nuklir yang berbeda-beda? Iya, kan?
Jawabannya adalah…
benar! PLTN tidak hanya ada satu jenis. Memang, ada yang paling banyak
jumlahnya dibandingkan yang lain, tapi tidak terbatas satu jenis saja. Variasinya
bisa dikategorikan berdasarkan beberapa hal, tapi di sini kita fokus pada taksonomi
berdasarkan Generasi dan Pendingin, karena paling mudah membaginya berdasarkan
dua aspek tersebut.
Pertama, dari
segi generasi. Ada empat generasi PLTN hingga saat ini, masing-masing
menunjukkan tahap pengembangan yang berbeda.
1.
Generasi
I: Generasi ini merupakan generasi awal pembangunan PLTN, baik masih dalam
bentuk purwarupa maupun operasi komersial. Pembangunan dan operasinya dimulai
pada tahun 1950-an. PLTN pertama yang beroperasi secara komersial di dunia, yakni
PLTN Calder Hall, Inggris, mulai komisioning pada tahun 1956 dan berakhir masa
operasinya pada tahun 2003. PLTN ini merupakan tipe Magnox berdaya 4 × 60 MWe, dengan
pendingin karbon dioksida, moderator grafit, dan bahan bakar uranium alam. PLTN
tipe Magnox terakhir selesai masa operasinya pada tahun 2015 di Wylfa, Wales,
menandakan ditutupnya masa PLTN Generasi I.
Selain Calder Hall, PLTN Generasi I juga dibangun di tempat-tempat
lain seperti Shippingport dan Dresden-I di Amerika Serikat, dan Obninsk di
Soviet. Walau Obninsk secara praktis adalah PLTN pertama di dunia (komisioning
tahun 1954), tetapi statusnya belum komersial.
2.
Generasi
II: Generasi ini merupakan generasi lebih maju dari Generasi I. Jika Generasi I
biasanya masih coba-coba dan otak atik mencari konfigurasi dan sistem yang terbaik,
maka Generasi II sudah masuk pada tahap sepenuhnya komersial. PLTN Generasi II
dibangun hingga tahun 1990-an. Desain PLTN Generasi II lebih beragam, mulai
dari pendingin air ringan, air berat, hingga gas. Mulai dari moderator air
hingga grafit. PLTN Generasi II dibangun dengan daya cenderung lebih besar,
antara 600-1000 MWe, dengan usia pakai antara 30-40 tahun. Namun, banyak dari
PLTN Generasi II yang lisensi operasinya diperpanjang hingga 60 bahkan 80
tahun, karena secara ekonomi masih sangat memungkinkan.
Sistem keselamatan PLTN Generasi II umumnya bersifat aktif, sehingga
membutuhkan intervensi operator dan sistem daya eksternal jika terjadi
kecelakaan. PLTN Three Mile Island, Chernobyl, dan Fukushima Daiichi, ketiganya
merupakan PLTN Generasi II.
3.
Generasi
III: Generasi ini secara desain sebenarnya mirip denagn Generasi II. Bedanya,
desainnya sudah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga efisiensi termalnya membaik,
performa bahan bakarnya membaik, dan sistem keselamatannya pun ditingkatkan. Basisnya
mayoritas berpendingin air, dengan sistem keselamatan yang menjamin reaktor
nuklir bisa tetap didinginkan tanpa intervensi operator ketika terjadi
kecelakaan parah. Sistem keselamatannya bersifat pasif, dengan kata lain tidak
perlu daya eksternal, melainkan memanfaatkan fenomena fisis seperti gravitasi
dan sirkulasi udara alami.
PLTN Generasi III mulai diperkenalkan pada tahun 1990-an. Namun, mengingat
momentumnya agak kurang pas, yakni dekat dengan kecelakaan PLTN Chernobyl,
seluruh dunia sedang ketakutan terhadap bahaya yang tidak pernah mendekati
mereka dan nalar irasional mereka memutuskan untuk menjauhi pembangunan PLTN
dulu. Imbasnya, PLTN Generasi III agak-agak kurang peminat, dan banyak konsep
PLTN Generasi III yang belum terbangun bentuk fisiknya hingga sekarang.
4.
Generasi
IV: Generasi ini menerapkan konsep desain yang sangat berbeda dibandingkan
ketiga generasi sebelumnya. PLTN Generasi IV keluar dari konsep pendingin air konvensional
dan menggunakan desain, bahan bakar, dan pendingin yang tidak biasa digunakan
pada generasi sebelumnya. Bahan bakar yang digunakan tidak hanya yang berbentuk
padat, melainkan juga berbentuk cair. Pendinginnya bukan saja air, melainkan
juga lelehan garam, logam natrium cair, logam timbal dan bismuth cair, serta
gas helium. Bahkan air di sini juga air superkritis, yakni air sudah mau mat—maksudnya,
temperatur dan tekanan operasinya berada pada titik superkritis air, ketika air
berada dalam fasa yang bukan cairan, bukan gas, bukan uap juga. Jadi kondisi
yang bukan-bukan, dan itu yang membuat efisiensinya membaik.
PLTN
Generasi IV menawarkan efisiensi termal yang lebih baik, level keselamatan yang
(biasanya) lebih baik, pemanfaatan bahan bakar jauh lebih efisien (99%
alih-alih 0,5%), keekonomian yang lebih bagus, dan anti-penyimpangan-bahan-bakar-menjadi-bahan-senjata-nuklir
(istilah kerennya, anti-proliferasi). Saat ini, baru ada satu unit PLTN
Generasi IV yang beroperasi, yakni di PLTN Shidaowan di Cina.
Kalau melihat
dari generasinya, jelas bahwa Generasi IV menawarkan desain terbaru yang lebih canggih,
lebih maju, dan lain sebagainya. Masalahnya adalah sebagian konsepnya masih
belum teruji secara memadai, sehingga masih butuh waktu untuk bisa dibangun secara
komersial. Jadi, saat ini mayoritas masih berharap pada Generasi III, yang
sudah babak belur dihajar inkompetensi sebagian vendor, ketakutan masyarakat
terhadap PLTN, regulasi yang terus mengetat mengejar absolute safety (suatu
hil yang mustahal terjadi). Anak sekecil itu, berjibaku dengan fitnah terhadap radiasi
yang kejam…
Itu dari segi
Generasi. Dari segi pendingin, maka kategorisasinya cukup luas, tapi secara
umum bisa dibagi menjadi Pendingin Air dan Non-Pendingin Air.
1.
PLTN Berpendingin
Air adalah PLTN komersial yang paling banyak dibangun di seluruh dunia. Basis teknologinya
adalah reaktor berpendingin air yang digunakan di kapal selam militer Amerika
Serikat puluhan tahun lalu. Sebagaimana namanya, PLTN Berpendingin Air
menggunakan air sebagai material yang tugasnya memungut panas dari bahan bakar
nuklir untuk ditransfer ke sistem konversi energi. Secara umum, ada lima jenis
PLTN Berpendingin Air yang beroperasi saat ini:
a.
Pressurised
Water Reactor (PWR): PLTN tipe ini adalah yang
paling banyak beroperasi. Bahan bakarnya berupa pelet uranium dioksida (UO2),
dengan pendingin dan moderator berupa air ringan (H2O), dan sistem
kendali reaktivitas dalam bentuk batang kendali serta racun dapat-bakar. Sistem
primer reaktor dikungkung dalam bejana tekan 150 atmosfer, yang mana air dipanaskan
hingga mencapai temperatur 320 °C, ditransfer ke pembangkit uap, lalu uap di sistem
sekunder ini yang menggerakkan turbin. Tidak ada pendidihan air di sistem
primer reaktor.
b.
Boiling
water reactor (BWR): Hampir sama dengan PWR, tetapi
alih-alih diproduksi di sistem sekunder, uap diproduksi langsung di dalam
reaktor. Jadi air di dalam reaktor mengalami pendidihan, menjadi uap, lalu
uapnya langsung digunakan untuk menggerakkan turbin. Sistem konversi energinya lebih
simpel daripada PWR, dan bejana tekannya “hanya” 75 atmosfer.
c.
Pressurised
heavy water reactor (PHWR): Desain asli Kanada,
menggunakan air berat (D2O) alih-alih air ringan sebagai moderator
dan pendingin. Efek positifnya, cukup pakai uranium alam sebagai bahan bakar. Efek
negatifnya, D2O itu sangat mahal, jadi lumayan berat di ongkos. Bahan
bakar dan moderatornya dipisah seperti soto, jadi bahan bakar bisa diisi ulang
tanpa harus mematikan reaktor.
d.
Reaktor
bolshoy moshchnosty kanalny (RBMK): Desain asli Uni
Soviet, dan jenis PLTN yang digunakan di Chernobyl. Konfigurasinya mirip dengan
PHWR, tetapi moderator yang digunakan adalah grafit dan pendinginnya air
ringan. Karena moderatornya grafit, ongkos membangunnya lebih murah, tapi
keselamatannya ancur parah. Bahan bakar bisa diisi ulang tanpa mematikan
reaktor, karena PLTN ini memang didesain untuk memproduksi plutonium
untuk proyek senjata nuklir Soviet. RBMK terakhir dicanangkan akan berhenti
beroperasi pada 2030.
e.
Supercritical
Water Reactor (SCWR): Desain Generasi IV dan belum
dibangun. Reaktor ini menggunakan tekanan supertinggi (221 atm) untuk membuat
pendingin air berada dalam fasa bukan bukan (baca: superkritis) yang membuat
temperatur operasinya naik. Sistem sejenis ini sebenarnya sudah komersial di
PLTU batubara, tetapi belum pernah diterapkan di PLTN. Konfigurasinya mirip
BWR, air superkritis langsung dialirkan ke turbin untuk membangkitkan energi.
2.
PLTN
Non-Pendingin Air ada banyak macamnya, yang secara umum bisa dikategorikan
sebagai berikut.
a.
PLTN
Berpendingin Gas: PLTN tipe ini menggunakan gas inert sebagai fluida pendingin,
untuk memungut panas dan mengirimnya ke turbin. Karena gas tidak berfungsi
sebagai moderator, PLTN Berpendingin Gas menggunakan material lain sebagai
moderator, biasanya grafit. Contohnya adalah Advanced Gas-cooled Reactor (AGR)
yang digunakan di Inggris, yang menggunakan bahan bakar pelet UO2
dan pendingin gas karbon dioksida (CO2). Desain lainnya adalah High
Temperature Gas-cooled Reactor (HTGR), yang menggunakan bahan bakar UO2
berbentuk TRISO dalam bola-bola grafit dan pendingin helium. HTGR merupakan
PLTN Generasi IV pertama yang beroperasi, dengan teknologi HTR-PM. Desain Generasi
IV lain, Gas-cooled Fast Reactor (GCFR), menghilangkan moderator sama
sekali, hanya menggunakan helium sebagai pendingin untuk memungut panas dari bahan
bakar berbentuk pelet UO2.
Keunggulan utama dari PLTN
Berpendingin Gas adalah temperatur operasinya yang tinggi (> 650 °C)
dibandingkan PLTN Berpendingin Air. Sehingga, efisiensi termalnya lebih tinggi.
Kekurangannya adalah pendingin gas agak kurang efisien dalam mengirim panas, sehingga
volume gas harus lebih banyak dan dimensi reaktor jadi membengkak.
b.
PLTN
Berpendingin Logam: PLTN tipe ini menggunakan logam yang dicairkan sebagai
pendingin. Karena logam biasanya punya titik didih jauh lebih tinggi daripada
air, jadi PLTN Berpendingin Logam tidak perlu menggunakan bejana tekan untuk
beroperasi di temperatur tinggi. Mengingat karakteristik kimia dan fisikanya,
tidak ada PLTN Berpendingin Logam yang menggunakan moderator. Dua jenis PLTN Berpendingin
Logam adalah Sodium-cooled Fast Reactor (SFR) dan Lead-cooled Fast
Reactor (LFR). SFR menggunakan logam natrium sebagai pendingin, sementara
LFR menggunakan logam timbal, kadang campuran timbal-bismuth. Keunggulan utama
dari PLTN Berpendingin Logam adalah transfer panasnya jauh lebih powerful ketimbang
PLTN Berpendingin Air, dan pemanfaatan bahan bakarnya jauh lebih efisien. Kelemahannya
adalah lebih korosif dan ada risiko keselamatan khusus pada SFR, karena logam
natrium itu sangat reaktif dengan udara, sehingga harus diisolasi total dari
udara luar. Temperatur operasi LFR (800 °C) lebih tinggi dari SFR (500 °C)
karena titik didih yang berbeda antara timbal dan natrium.
c.
PLTN
Berpendingin Garam: Mirip seperti PLTN Berpendingin Logam, PLTN Berpendingin
Garam menggunakan material yang padat di temperatur ruang tapi cair di
temperatur tinggi. Dalam konteks ini, PLTN Berpendingin Garam menggunakan senyawa
garam yang dicairkan sebagai pendingin. Umumnya garam fluorida yang digunakan,
tetapi garam klorida (termasuk NaCl alias garam dapur) juga bisa diaplikasikan.
Yang unik, jika seluruh PLTN lain menggunakan bahan bakar padat, maka PLTN
Berpendingin Garam menggunakan bahan bakar cair, menyatu dengan pendinginnya. Namanya
Molten Salt Reactor (MSR). Teknologi ini bisa didesain dengan
fleksibilitas tinggi, mau menggunakan garam jenis apa, pakai moderator atau
tidak, dan sebagainya. Keunggulan utamanya adalah efisiensi termal lebih tinggi
karena temperatur operasi tinggi (> 700 °C), pemanfaatan bahan bakar lebih
efisien, dan aspek keselamatan yang jauh lebih unggul dari PLTN Berpendingin
Air maupun Logam. Kekurangannya, aspek termofisika dan termokimianya masih banyak
yang tidak pasti, serta korosif ke material reaktor. Namanya juga garam, pasti
korosif. Temperatur tinggi pula.
Demikian kurang
lebih ringkasan jenis-jenis PLTN. Dari sini, jelas bahwa PLTN itu luas sekali
spektrumnya, dengan karakteristik desain khas masing-masing yang tidak bisa disetarakan
satu sama lain. Jadi, mengatakan PLTN itu berbahaya karena merujuk pada
Chernobyl, padahal itu masuk tipe RBMK, itu tidak logis, ketika PLTN itu cuma
ada di Uni Soviet (sekarang Rusia dan sekitarnya) dan yang dijual di dunia
adalah PWR, BWR, PHWR, dan lainnya.
Mana yang paling
baik? Perkara teknologi yang terbaik sekali dibandingkan yang lain itu bisa sangat
subjektif, dan agaknya akan menjadi perdebatan tidak berujung, sebagaimana
ateis memperdebatkan kemutlakan teori evolusi pada seorang teis, sementara
teori evolusi itu sendiri tidak bisa divalidasi. Namun, secara pragmatis, bisa
disimpulkan kira-kira begini.
“Any nuclear
is better than no nuclear.”
0 komentar:
Posting Komentar