Oleh: R. Andika Putra Dwijayanto, M.Eng.
Nuklir adalah
segala sesuatu terkait inti atom, yang mana inti atom (bahkan atomnya sendiri)
tidak bisa dilihat oleh manusia melalui metode apapun yang ada pada saat ini.
Walau demikian, manusia bisa melihat ‘jejak’ dari hasil otak atik terhadap atom
dan inti atom ini, lewat hasil reaksi nuklir.
Pertanyaannya
kemudian, nuklir yang tidak kelihatan ini bisa dipakai untuk apa saja? Apa iya
ada manfaatnya?
Jawabannya tentu
saja ada. Pemanfaatan nuklir malah sudah sejak lama sekali, setidaknya akhir
abad 19. Ketika Pierre dan Marie Curie menemukan bahan bersifat radioaktif
(baca: inti atom tidak stabil, seperti mental sebagian Gen Z) bernama
radium-226, bahan ini dicampur dengan cat untuk membuat efek
‘menyala-dalam-gelap’ di jam tangan. Pemanfaatan berikutnya lebih banyak dan
luas lagi.
Bagaimana
mekanisme pemanfaatannya? Pada dasarnya adalah dengan merekayasa reaksi nuklir.
Sebelumnya, sudah dijelaskan bahwa terdapat empat reaksi nuklir, yakni
peluruhan, transmutasi, fisi, dan fusi. Nah, pemanfaatan nuklir akan selalu
berkutat pada keempat reaksi ini.
Tapi, apanya
dari nuklir yang dimanfaatkan? Ada dua, yakni energi dan radiasi. Kita jelaskan
satu-satu.
Energi nuklir,
sebagaimana Namanya, adalah energi yang dihasilkan dari inti atom. Sumber
energi nuklir utamanya ada dua, yakni fisi dan fusi. Peluruhan bisa melepaskan
energi, tapi tidak terlalu besar dan tidak dimasukkan dalam pembahasan ini. Mekanisme
reaksi fisi dan fusi berkebalikan, tapi sama-sama bisa menghasilkan energi.
Bagaimana
caranya?
Mulai dari fisi
dulu. Reaksi fisi itu cuma bisa terjadi untuk unsur-unsur berat, misalkan
uranium dan plutonium. Yang tersedia di alam hanya uranium, dalam bentuk
uranium-235. Jumlahnya 0,7% dari uranium yang ada di alam. Untuk bisa memicu
reaksi fisi, uranium-235 harus dibombardir dengan partikel netron. Ketika
uranium-235 menangkap netron, berarti jumlah netron di atom uranium-235 itu
bertambah satu, dan ini memicu reaksi pembelahan. Bagaimana bisa?
Bayangkan
bapak-bapak lagi super pusing, banyak deadline kerjaan, harga sembako
naik, anak sakit terus, istri rewel minta tambahan uang harian, kantong menipis
di tanggal 10, lalu tiba-tiba datang saudara jauh “pinjam dulu 100” tanpa sopan
santun. Apa yang terjadi?
Betul, meledak.
Uranium-235 itu
tidak stabil, radioaktif. Tembak dia dengan netron, tambah tidak stabil lagi
dan akhirnya “meledak.” Dalam konteks reaksi fisi nuklir, atom uranium-235
membelah menjadi 2 atom baru yang lebih ringan. Atom apa? Bisa macam-macam,
dari yang beratnya 60-170 atomic mass unit (amu), sangat acak meski ada
probabilitasnya.
Kalau
dirumuskan, kira-kira seperti persamaan berikut.
U-235 + n -> X1 + X2 + 2-3 n + 200 MeV
X1 dan X2 adalah dua atom baru yang terbentuk
dari reaksi fisi tersebut. Selain atom-atom baru, dihasilkan juga 2-3 partikel
netron baru dan dilepaskan energi kurang lebih 200 MeV. Sebagai perbandingan,
pembakaran satu atom karbon di batubara
menghasilkan energi kurang lebih 8 eV. Yang menarik, kalau massa atom X1
dan X2 digabung, massa totalnya lebih rendah daripada massa uranium-235.
Kok bisa?
Ini kaitannya dengan ekivalensi
massa-energi yang dirumuskan Albert Einstein, yang rumusnya sudah banyak
dikenal.
E = m.c2
E itu energi dan m itu massa. Jadi apa
maksudnya? Bahwa massa suatu benda itu mengandung energi. Karena c adalah
kecepatan cahaya dikuadratkan, berarti implikasinya dalam suatu massa yang
kecil dalam kondisi diam, terkandung energi yang sangat besar.
Ini terbukti di energi nuklir. Selisih
antara penjumlahan massa X1 dan X2 dengan massa uranium-235, atau kita sebut
defek massa, itu tidak menghilang, melainkan berubah menjadi energi. Padahal defek
massanya sangat kecil, tapi energi yang dilepaskan 25 juta kali lebih besar
daripada pembakaran atom karbon.
Reaksi fusi prinsipnya terbalik dengan
fisi, yakni menggabungkan dua atom menjadi satu, selayaknya ikatan pernikahan.
Tapi kalau ikatan pernikahan itu relatif simpel, cukup dengan akad di depan
wali, reaksi fusi jauh lebih sulit.
Di matahari, reaksi yang terjadi adalah
reaksi fusi nuklir. Atom-atom hidrogen-1 bergabung satu sama lain melalui
reaksi berkelanjutan, sehingga menjadi helium-4. Persamaannya kurang lebih
begini.
H-1 + H-1 -> H-2
H-2 + H-1 -> He-3
He-3 + He-3 -> He-4 + H-1 + H-1
Kalau pusing membacanya, tidak usah
dipikirkan.
Tiap detiknya, reaksi fusi di matahari
menggabungkan 620 juta ton hidrogen dan menghasilkan 610 juta ton helium. Ke
mana 10 juta ton sisanya? Menjadi energi. Dari situlah matahari melepaskan
panas ke ruang angkasa dan sampai ke bumi, membuat bumi menjadi bisa dihuni.
Kedua reaksi kemudian dimanfaatkan
manusia sebagai alternatif energi. Pertama kali, tentu saja, sebagai senjata
untuk peperangan.
Menjelang akhir Perang Dunia II,
persaingan riset nuklir untuk persenjataan antara Jerman dan Amerika Serikat
cukup sengit. Amerika Serikat membangun Manhattan Project yang dipimpin oleh J.
Robert Oppenheimer, untuk merancang senjata nuklir lebih cepat daripada Jerman.
Jerman gagal membuatnya tepat waktu, sementara Amerika Serikat sukses membangun
beberapa unit senjata nuklir, pertama kali diuji di Trinity Test. Berikutnya,
sebagaimana kita sudah sering baca, Amerika Serikat menjatuhkan Little Boy
(bocah ceking, berbasis uranium-235) di Hiroshima dan Fat Man (pria gemoy, berbasis plutonium-239) di Nagasaki.
Little Boy membawa 64 kg uranium-235 dan Fat Man membawa 6,4 kg plutonium-239.
Kedua senjata nuklir ini berbasis reaksi fisi.
Hasilnya? Hiroshima dan Nagasaki hancur,
ratusan ribu orang tewas.
Dua fenomena pemboman ini yang membuat
orang-orang punya stigma bahwa nuklir itu mengerikan, karena dari senjata yang
kecil bisa meratakan satu kota.
Beberapa tahun setelah itu, Dwight
Eisenhower berpidato soal “atoms for peace,” yang pada intinya mengajukan agar
energi nuklir digunakan untuk keperluan damai. Hal ini karena melihat potensi
energi nuklir yang sangat besar, sehingga layak digunakan untuk dijadikan
sumber energi untuk kesejahteraan manusia. Maka bermunculan lah Pembangkit
Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), yang memanfaatkan reaksi fisi dalam sebuah benda bernama
reaktor nuklir untuk melepaskan energi mahadahsyat, yang mana energi itu
ditangkap oleh medium pendingin dan dialirkan ke turbin untuk menghasilkan
listrik. Karena saking besarnya energi yang dilepaskan, kebutuhan bahan bakar
nuklir jadi sangat rendah. Kalau PLTU butuh membakar 9000 ton batubara tiap
hari, maka PLTN cuma butuh 0,55 ton per hari.
Padahal itu kondisinya PLTN yang tidak
efisien dalam membakar uranium. Kalau yang efisien, cuma butuh 2,2 kg uranium
per hari.
Sudah kebutuhan bahan bakarnya rendah,
tidak melepaskan polusi dan gas rumah kaca pula ke atmosfer.
Itu reaksi fisi. Bagaimana dengan fusi?
Saat ini, fusi baru digunakan untuk
senjata nuklir. Di era Perang Dingin, senjata nuklir dikembangkan menjadi
senjata termonuklir atau bom hidrogen. Maksudnya adalah, senjata nuklir ini
menggunakan dua tahap: tahap fisi dan tahap fusi. Jadi yang diinisiasi tahap
fisi dulu, seperti senjata nuklir biasa. Lalu, panas mahadahsyat, tekanan
supertinggi, dan bombardir netron dari hasil fisi nuklir, kemudian menginisiasi
tahap fusi, menyediakan kondisi yang cukup untuk menyatukan atom H-2 dan H-3 di
tahap ini, dan melepaskan energi yang jauh lebih besar daripada tahap fisi.
Hasilnya seperti Tsar Bomba, senjata
nuklir terbesar yang pernah diujiledak manusia, 2000 kali lebih kuat ledakannya
dibandingkan Fat Man. Coba ledakkan Tsar Bomba di Jakarta dan dampaknya akan
terasa sampai Tangerang, Tangerang Selatan, Depok, Bogor, dan Bekasi.
Kalau untuk reaktor nuklir, sampai
sekarang fusi nuklir masih belum berhasil, karena untuk menjaga reaksi fusinya
stabil ini susah sekali. Tapi mungkin suatu saat bisa terealisasi, barangkali
dalam 50 tahun ke depan… dan 50 tahun ke depannya lagi… sejak 50 tahun yang
lalu…
Lalu bagaimana dengan pemanfaatan
radiasi?
0 komentar:
Posting Komentar