Oleh: R. Andika Putra Dwijayanto, M.Eng.
Apa yang pertama
dipikirkan orang ketika ditanya, “Apa itu nuklir?”
Mungkin tidak
jauh-jauh dari bom, radiasi, ledakan, apapun yang terdengar mengerikan,
berbahaya, dan harus dihindari.
Hal ini bukan sesuatu
yang asing. Narasi-narasi media selama ini seringkali menempatkan kata “nuklir”
sebagai objek yang menyeramkan, dan narasi-narasi tersebut lah yang membentuk
persepsi masyarakat secara umum. Efeknya, sentimen publik paling kentara soal
nuklir adalah ketakutan. Seolah-olah nuklir itu inheren berbahaya.
Jadi, waktunya
kembali pada definisi. Apa itu nuklir?
Seluruh benda di
alam semesta ini tersusun dari struktur bernama atom. Ukurannya kecil sekali.
Secara umum, diameter atom berkisar antara 30-300 pikometer, atau 30-300 × 10-12 m. Tidak bisa dilihat pakai mata, atau mikroskop
dengan pembesaran terbesar sekalipun. Walau begitu, bentuknya bisa diprediksi,
dan para ilmuwan abad 19-20 mengembangkan berbagai model untuk mendeskripsikan
model atom.
John Dalton
pertama memodelkan atom sebagai benda pejal penyusun materi terkecil, yang
tidak bisa dibagi maupun dihancurkan. Namun, modelnya kemudian terbukti tidak
konsisten. Joseph John Thomson kemudian menemukan elektron yang bermuatan
negatif. Ini membuatnya berpikir bahwa atom itu bisa dibagi-bagi seperti puding
plum. Namun, Thomson masih mengira bahwa elektron bergerak di dalam atom itu
sendiri.
Ernest
Rutherford menyanggah model Thomson dengan hasil eksperimennya, yang menemukan
bahwa muatan positif di dalam atom tidak tersebar merata seperti dugaan
Thomson, melainkan terpusat dalam sebuah massa kecil di inti atom, sementara
elektron mengelilinginya. Muatan positif itu dinamai sebagai proton. Hanya
saja, model ini tidak menjelaskan kenapa elektron tidak jatuh ke inti atom.
Niels Bohr kemudian mengembangkannya lagi dengan menjelaskan bahwa elektron
hanya dapat mengorbit inti atom dengan orbit dan energi tertentu, dan tidak
bisa berpindah orbit kecuali dengan proses “melompat” dari satu orbit ke orbit
lain secara instan, tidak perlahan-lahan. Model ini pun belum sempurna,
sehingga kemudian dikembangkan lagi dengan mengintegrasikan teori kuantum yang
dikembangkan Max Planck dan Albert Einstein.
Rutherford juga
menduga bahwa inti atom tidak hanya tersusun dari proton, melainkan dari bentuk
massa lain yang bermuatan netral. James Chadwick kemudian melakukan eksperimen
dan membuktikan keberadaan partikel bermuatan netral tersebut, yang kemudian
diberi nama netron.
Dari
perkembangan model atom tersebut, ada karakteristik yang jelas dan tidak
diubah-ubah oleh model-model terbaru yang mengintegrasikan teori kuantum: atom
memiliki inti yang mengandung muatan positif dan netral, serta dikelilingi oleh
elektron bermuatan negatif. Inti atom yang tersusun dari sekumpulan bola-bola
kecil bernama proton dan netron disebut sebagai nukleus.
Nah, nuklir
adalah segala sesuatu yang terkait dengan nukleus a.k.a. inti atom.
Apapun yang
berasal dari inti atom, baik proton maupun netron, itu adalah nuklir.
Reaksi yang
melibatkan inti atom, itu reaksi nuklir.
Radiasi yang
berasal dari inti atom, itu radiasi nuklir.
Energi yang
dilepaskan dari inti atom, itu energi nuklir.
Dengan kata
lain, secara istilah, nuklir tidak ada urusannya dengan senjata pemusnah
massal. Nuklir itu serba-serbi inti atom. Itu saja. Adapun bagaimana nuklir itu
dimanfaatkan, maka itu adalah topik yang berbeda.
Bagaimana
karakteristik nuklir?
Ketika bicara reaksi nuklir, setidaknya ada empat kemungkinan reaksi nuklir, yakni:
- Peluruhan, ketika inti atom yang tidak stabil melepaskan lebihan proton dan netron, atau menangkap elektron, sehingga berubah menjadi unsur lain. Proses ini terjadi terus menerus sehingga atom tersebut berubah menjadi atom yang stabil. Peluruhan hanya terjadi pada unsur bersifat radioaktif.
- Transmutasi, ketika inti atom dibombardir dengan partikel inti atom lain (proton atau netron) sehingga berubah menjadi atom yang berbeda. Mirip dengan peluruhan, tapi alih-alih mengurangi jumlah proton dan netron, transmutasi malah menambahnya.
- Fisi (pembelahan), prosesnya sama dengan transmutasi tetapi tujuannya adalah membuat inti atom jadi sangat tidak stabil hingga kemudian membelah menjadi 2 atau 3 unsur baru yang lebih ringan, sembari melepaskan energi mahadahsyat. Reaksi fisi hanya bisa terjadi pada unsur berat dan menjadi basis dari reaktor nuklir (dan senjata nuklir).
- Fusi (penggabungan), ketika dua inti atom, baik sama maupun berbeda, dipaksa bergabung menjadi satu unsur baru yang lebih berat sembari melepaskan energi mahadahsyat. Reaksi fusi hanya bisa terjadi pada unsur ringan dan menjadi basis dari reaksi panas di inti matahari (dan tentu saja senjata nuklir).
Pada dasarnya
reaksi nuklir kalau bukan digabung ya dipecah. Hanya proses dan hasilnya yang
berbeda-beda. Reaksi nuklir inilah yang kemudian direkayasa oleh umat manusia
untuk berbagai keperluan, baik damai maupun perang, untuk kemaslahatan maupun
kehancuran.
Ringkasnya,
nuklir tidak secara inheren bisa diasosiasikan dengan sesuatu yang buruk.
Nuklir itu hakikatnya segala fenomena terkait inti atom. Bagaimana manusia
memanfaatkan fenomena inti atom tersebut lah yang menjadi penentu baik-buruknya
penggunaan nuklir, bukan dari nuklir itu sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar