Pada dasarnya, saya sama sekali tidak punya kewajiban untuk melakukan rekapitulasi apalagi mengevaluasi kinerja satker. Pertama, itu bukan otoritas saya. Kedua, saya tidak dibayar untuk itu. Tusi saya penelitian, bukan kepustakaan.
Hanya saja, rekapitulasi ini cukup menyenangkan sebagai side quest ketika sedang bosan menjalankan penelitian rutin. Apalagi nunggu running MCNP selesai, yang bisa berminggu-minggu baru selesai. Untuk satu input. Khususnya karena rekapitulasi luaran para Peneliti (atau istilah baru di BRIN, Periset) PRTRN itu berguna untuk transparansi hasil kerja PRTRN terhadap para pembayar pajak.
Karena mereka tidak membayar para Periset PRTRN untuk tidak melakukan apa-apa sepanjang tahun.
Berdasarkan alasan tersebut, saya mendata setiap luaran yang dihasilkan oleh Periset PRTRN sejak 2021, dan metode rekapitulasinya terus dikembangkan sampai sekarang. Saya tidak mau bahas soal tahun-tahun lalu, saya hanya akan bicara soal hasil luaran PRTRN pada tahun 2023.
(n.b.: sebenarnya luaran PRTRN saya rekap juga di website lama BATAN, tapi karena sekarang webnya sudah tidak bisa dibuka di jaringan luar BRIN dan website untuk ORTN masih tidak jelas nasibnya gimana, jadi saya tidak bisa banyak melakukan apa-apa secara resmi)
Per 10 Desember 2023, distribusi hasil luarannya kira-kira seperti ini:
Hal pertama yang mesti diperhatikan adalah luaran karya tulis ilmiah (KTI) para Periset PRTRN mengalami pergeseran, dengan mayoritas KTI dipublikasikan di platform internasional, baik jurnal maupun prosiding. Well, kalau prosiding sebenarnya itu sisa-sisa data dari tahun-tahun sebelumnya yang notabene sangat agak lambat terbit akibat proses di prosidingnya super lambat, but still, let's appreciate that.
Memang, proses peer review di prosiding cenderung lebih longgar ketimbang jurnal, jadi sebenarnya tidak terlalu ada korelasi antara medium publikasi dengan kualitas artikel. Tapi mari tidak menjadi hakim untuk masalah itu dulu dan lebih mengapresiasi bahwa medium internasional lebih banyak dipilih. Walau tentunya tidak bisa untuk pemenuhan KKM, yang per tahun ini sepertinya cukup jadi momok.
Satu hal yang cukup menggembirakan adalah publikasi di wadah jurnal internasional lebih mendapat banyak porsi ketimbang di medium lain. Total ada 35 publikasi yang satu atau lebih penulisnya berafiliasi pada PRTRN, yang mana 33 di antaranya terindeks Scopus. Dua lagi terhitung internasional, karena penerbitnya internasional, tetapi tidak terindeks Scopus. Ini, sih, lebih ke arah penyelenggara prosidingnya yang inkompeten dan payah kurang cermat dalam menentukan jurnal mana yang bisa dituju untuk menerbitkan KTI terpilih dari prosiding tersebut. Jadi ya sudahlah.
(p.s.: bukan berarti Scopus itu sangat-sangat-sangat penting or something, tapi sepertinya orang sini masih kesulitan mencari standar reputasi jurnal selain merujuk pada Scopus atau WoS, jadi biarkan saja dulu)
Tentu saja tidak semua publikasi tersebut ditulis oleh Periset PRTRN sebagai penulis pertama. Sebagian (tepatnya 13) di antaranya memiliki penulis pertama dari luar PRTRN, dan orang sini bertindak sebagai kolaborator/co-author/whatever.
Ya ya ya, memang di Juknis Peneliti itu tidak lagi bicara soal penulis pertama atau bukan, melainkan kontributor utama dan anggota. Tapi mari jujur saja, yang namanya publikasi ilmiah itu mayoritas dikerjakan penulis pertama. Jadi sebaiknya kita apresiasi lebih, lah.
Walau demikian, tetap saja jumlah publikasi ilmiah internasional yang terbit tahun 2023 ini lebhi banyak daripada tahun-tahun sebelumnya. Bahkan angka 22 KTI jurnal internasional yang afiliasi penulis pertamanya PRTRN itu sebuah rekor. Apakah karena sadar tuntutan KKM? Sepertinya tidak, karena banyak juga yang belum tercantum namanya di publikasi internasional minimal bereputasi menengah. Apa yang sedang mereka pikirkan? Tidak tahu, and basically none of my business.
Kembali ke laptop. Intinya, publikasi KTI di wadah internasional sudah lebih banyak dari tahun-tahun sebelumnya, walau tentu belum terlampau memuaskan dan kurang merefleksikan jumlah SDM Periset senior yang harusnya bisa publikasi di jurnal internasional. Tapi setidaknya, ada peningkatan.
Jurnal nasional kali ini agak kurang laku, karena jurnal nasional hanya bisa menjadi syarat pemenuhan KKM untuk Ahli Muda dan Ahli Pertama. Sementara, kedua pejabat fungsional itu tidak terlalu banyak dibandingkan Ahli Madya dan Utama. Well, mungkin sebenarnya lebih besar jumlahnya, tapi sejujurnya saya tidak mau ambil pusing.
Yang menarik adalah banyaknya publikasi di jurnal tidak terakreditasi nasional. Standar di juknis peneliti, yang kemudian diadopsi BRIN, mengatakan bahwa jurnal terakreditasi nasional (singkat saja jadi Jurnal Nasional/JN) itu minimal SINTA-2. Jadi SINTA-3 ke bawah tidak dianggap jurnal terakreditasi nasional, melainkan jurnal tidak terakreditasi. Bingung? Bukan saya yang nentukan, ini di aturannya dikategorikan begitu entah untuk alasan apa.
Yang jelas, jurnal tidak terakreditasi ini mayoritas disumbangkan oleh penulis pertama mahasiswa. Jadi ada mahasiswa riset di PRTRN, hasilnya ditulis jadi makalah ilmiah, lalu dipublikasikan di jurnal. Tapi level SINTA jurnal tersebut di bawah SINTA-2. Jadinya tidak terkategori jurnal nasional dan tidak bisa diklaim sebagai pemenuhan KKM Level 2. Agak disayangkan, tapi ya... bukan urusan saya. Toh mau publikasi di mana, kan, suka-suka yang nulis (atau yang supervisi, atau yang mendanai).
Secara total, per 10 Desember, ada 96 jumlah luaran, termasuk paten dikabulkan (2 paten) dan didaftarkan (3 paten). Sebagai catatan, PRTRN punya SDM Periset 126 orang. Apakah luaran tersebut banyak dibandingkan tahun-tahun sebelumnya? Ya. Apakah banyak terhadap jumlah SDM Periset? Well... Bukan bagian saya untuk menghakimi masalah ini.
Terkait publikasi internasional, jelas kualitasnya tidak setara. Ada yang namanya kuartil, baik versi Scopus maupun Scimago. Biasanya saya pakai Scimago, dan distribusinya kira-kira seperti ini.
Hampir setengahnya terbit di jurnal Q1. Lumayan, walau tidak semuanya ditulis oleh penulis pertama PRTRN. Sementara, Q2-Q4 mencakup sedikit lebih besar dari setengah. Lumayan oke, lah, ya.
Pertanyaan berikutnya, di PRTRN jumlah Kelompok Riset alias Kelris-nya bejibun. Jumlah anggotanya beda-beda, kadang bedanya jomplang banget. Tiap Kelris berapa yang dihasilkan luarannya?
...distribusi ini mengingatkan saya pada suatu simbol yang ingin sekali saya tunjukkan di depan seorang zionis yahudi.
Anyway, kelihatannya yang menghasilkan luaran lebih banyak daripada anggotanya cuma sedikit, yakni Kelris 6 (1,91 per orang), Kelris 11 (1,23 per orang), dan Kelris 5 serta 7 (1 per orang). Lainnya kurang dari itu. Normalnya, ini berarti ada masalah produktivitas pada Kelris lain. Tapi ya namanya riset, kan, belum tentu tiap orang harus ada luarannya. Sebenarnya, sih, tidak masalah luaran sedikit asal kualitasnya baik dan dampaknya besar. Is it the case here, though?
Yang jelas, luaran PRTRN tahun 2023 ini lumayan ada perbaikan dari tahun lalu. Sepertinya memang harus ada ancaman semacam KKM untuk bisa lebih produktif. Apakah sudah baik sekali? Penilaian akhir tentu bukan saya, tapi kalau boleh berpendapat... ya... anggap saja masih suboptimal dan perlu peningkatan serta pemerataan performa.
Dan kolaborasi. Kali ini kolaborasi beneran, bukan 95% riset dikerjain seorang dan yang lain praktis hampir cuma numpang nama. Ini yang kelihatannya paling sulit, dan saya tidak tahu apa bisa diselesaikan dengan cepat atau tidak.
Tapi apapun itu, tentu saja itu bukan urusan saya, hahahahaha.
Jadi, ini postingan macam apa? Bukan apa-apa, sekadar luapan menjelang hari Senin saja, hahahaha.
Till the next update.
0 komentar:
Posting Komentar