Minggu, 28 Januari 2024

Akibat Susah Fokus...

Oh, ya ampun, ternyata sudah tiga minggu belum update blog lagi. Tampaknya karena terlalu banyak yang dipikirkan. Atau dikerjakan. Atau keduanya. Padahal cuma ketak ketik input code dan running simulasi saja. Ada banyak yang mau ditulis, tapi akhirnya kalah oleh mood dan akhirnya tidak jadi ditulis.

Bicara soal terlalu banyak yang dipikirkan, belakangan baru sadar kalau saya susah fokus dan sangat mudah terdistraksi. Tapi masa' iya itu simptom attention deficit disorder? Sebaiknya jangan swadiagnosis, sih. Diagnosis itu urusan psikolog (psikiater?) profesional.

Tapi dari masalah kurang fokus ini, kadang (well, seringkali) kerjaan jadi enggak beres. Lagi ngerjain apa, tahu-tahu kepikiran sesuatu dan langsung switch kerjaan. Gak bisa sabar nunggu hasil simulasi kelar (meski memang Monte Carlo itu kalkulasinya lamaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa sekali), ngerjain yang lain. Dari segi redundansi, sih, memang oke, tapi karena gak fokus, jadinya gak jelas arah risetnya mau apa.

Terkait riset mau apa (nah, tulisan berikut ini pun dibuat akibat hilang fokus dari pembahasan sebelumnya), jadi teringat bahwa iklim riset di Indonesia itu masih jauh dari ideal. Apakah karena laboratorium jadi tersentralisasi? Sebenarnya mau sentralisasi maupun desentralisasi ada plus minusnya sendiri, tapi sejauh ini, sentralisasi lab cuma bikin lebih banyak masalah daripada menyelesaikan masalah. Karena laboratorium itu fungsinya memang untuk digunakan demi menghasilkan luaran tertentu yang diekspektasikan sebelumnya. Masalah tertib administrasi blablabla, itu seharusnya nomor sekian. Paperwork dan sebangsanya gak cocok untuk kultur penelitian. Itu kultur birokrasi, yang basically menumpulkan penelitian.

Nah, fokus lagi. Jauh dari ideal, kan, ya? Saya gak tahu kalau di bidang lain gimana, tapi kalau di bidang reaktor nuklir, well... Paling enggak ada dua masalah utama yang menghambat kalau dari segi sarana, yaitu

  1. Ketiadaan lisensi code nuklir standar, misalnya MCNP, SCALE, dan Serpent.
  2. Kurangnya kapasitas komputasi nuklir yang mumpuni.

Lisensi code ini karena code-code nuklir itu bentuknya proprietary, harus didapatkan dengan lisensi yang menempel pada individu dan institusi sekaligus. Jadi kalau institusi berubah nama, hilang itu lisensinya. Orangnya pindah? Hangus juga.

Itu yang terjadi pada lisensi MCNP dan SCALE. Padahal dua code ini yang merupakan golden standard di bidang fisika reaktor dan transpor radiasi. Dan karena gak sadar, akhirnya jadi kena masalah dengan RSICC. Apalagi keduanya kena export control oleh AS.

Repot.

Mau ngajukan lisensi Serpent pun akhirnya bingung karena masalah itu. Mau lewat OECD-NEA, gak ada liaison officer. Mumet.

Akan memalukan kalau sampai lembaga riset superbodi gak punya lisensi code-code nuklir yang lengkap. Ibarat kata, mau maju perang tapi gak punya senjata.

Tapi masalahnya juga di RSICC, sih. Gak ngasih kabar jelas gimana soal membereskan masalah. Gak responsif. Tipikal.

Memang, sih, masih ada code lain semacam OpenMC yang open source. Cuma penggunaannya mesti diverifikasi lagi. Dan jarang yang mau main itu karena mayoritas sudah settle di MCNP.

Fyuh, tampaknya memang harus mulai merambah ke sana.

Masalah komputasi, ini masalah klasik sebenarnya. BATAN dari dulu gak punya HPC. Kapasitas komputasi di PTRKN dulu juga seadanya saja. Kalau bukan karena ada pegawai baru yang ngerti soal paralelisasi prosesor pakai MPI, kayaknya PTKRN akan kesulitan juga untuk mengumpulkan data dengan cepat menggunakan Monte Carlo.

Sekarang BRIN ada HPC, limpahan dari LIPI. Tapi belum ada lisensi code ya susah juga. Apalagi aksesnya kadang membingungkan. Dan ngantri, jangan lupa ngantri.

Padahal komputasi itu gak kalah mumet dengan eksperimen. Salah masukin input dikit, salah parameter, hasilnya bisa invalid semua. Kalau ulang lagi dari awal, makan resource komputasi dan waktu lumayan panjang (camkan itu, wahai pemuja eksperimen!). Apalagi kalau orangnya gampang hilang fokus dan susah konsentrasi macam saya. Sudah berapa kali kalkulasi diulang dari awal gegara saya keliru masukin satu dua parameter, tapi hasilnya fatal terhadap akurasi kalkulasi. Kalau sampai hitungan berulang kali ini harus ngantri di HPC, ampun dah... Setahun gak kelar satu data ini.

Tapi ya sudahlah, mau bagaimana lagi. Sekarang memang gak ada yang fokus, kok dari atas sampai bawah. Ngambang, gak tentu arah, macam ganggang yang terbawa arus segitiga Bermuda. Karenanya, yang bawah mesti berusaha lebih fokus lagi dan sebisa mungkin mengabaikan ketidakfokusan yang di atas.

Tulisan ini memang tidak fokus, tapi ya sudahlah (lagi). Mungkin sebaiknya saya harus perbanyak tidur.

Till the next update.

Andika

0 komentar:

Posting Komentar