Kamis, 14 Maret 2024

30 Serba Serbi Nuklir, Bagian 4: Nuklir = Bom?

Oleh: R. Andika Putra Dwijayanto, M.Eng.

Masalah ini sudah disinggung sebelumnya, tetapi masih cukup menggelitik untuk dibahas. Apa iya nuklir = bom? Bukannya nuklir itu yang meratakan Hiroshima dan Nagasaki ketika Perang Dunia II? Berarti nuklir itu bom, dong? Bahaya, dong? Iya, kan?

Well… cuma karena api itu bisa dipakai untuk membakar rumah (te)tangga bukan berarti api = pembakar rumah. Karena toh api juga bisa dipakai untuk bakar sate dan jagung. Nuklir juga sama saja.

Walau demikian, pembahasan nuklir sebagai bentuk senjata pemusnah massal memang menarik untuk dipelajari. Seperti apa wujudnya?

Sebagaimana sudah dijelaskan, pemanfaatan energi nuklir pertama kali adalah dalam bentuk senjata militer, menjelang akhir Perang Dunia II. Persaingan antara Jerman dan Amerika Serikat untuk membangun senjata nuklir berakhir dengan keunggulan Amerika Serikat. Selain karena Jerman gagal menemukan biang kerok kenapa reaktor mereka tidak bisa beroperasi (fact: it was boron), mereka juga secara praktis kalah perang ketika Adolf Hitler memutuskan untuk menembak kepalanya sendiri pada 30 April 1945. Ini menyisakan perang di Pasifik antara Amerika Serikat dan Jepang.

Di bawah kepemimpinan J. Robert Oppenheimer, dengan bantuan besar dari Enrico Fermi dan Leo Szilard yang membangun reaktor nuklir pertama di dunia yang bisa beroperasi, bernama Chicago Pile-I, Manhattan Project sukses membangun beberapa unit senjata nuklir. Senjata pertama diujiledak dalam Trinity Test, dengan bahan peledak berupa plutonium-239. Bahan ini tidak ada di alam, dan harus diproduksi di reaktor nuklir. Dalam prosesnya, produksi plutonium-239 di reaktor nuklir dibarengi dengan pengotor bernama plutonium-240. Keberadaan pengotor ini membuat senjata nuklir tidak bisa digunakan sebagaimana harapan, karena akan mengalami ledakan premature dan membuat daya ledaknya berkurang drastis. Akibatnya, bentuk senjata nuklir harus didesain ulang, dan supaya yakin bahwa desain baru itu bisa berfungsi, harus diujiledak dulu.

Hasilnya adalah Trinity Test, yang dilakukan di Jornada del Muerto, New Mexico, Amerika Serikat. Trinity Test menunjukkan bahwa desain baru senjata nuklir plutonium bisa bekerja dengan baik, menghasilkan ledakan setara 25 kiloton TNT. Sebagai perbandingan, angka itu setara dengan 29 juta kWh panas atau 432.604.938 kg LPG. Bayangkan 400 jutaan kg LPG diledakkan bersamaan, bagaimana dahsyatnya? Kira-kira begitulah.

Dari situ, Amerika Serikat yakin bahwa senjata nuklir plutonium bisa digunakan. Maka, pada tanggal 6 Agustus 1945, senjata nuklir uranium bernama Little Boy (bocah ceking) dijatuhkan di Hiroshima. Tiga hari kemudian, 9 Agustus 1945, senjata nuklir plutonium bernama Fat Man (pria gemoy) dijatuhkan di Nagasaki. Hasilnya, sekitar 200 ribu orang tewas. Sebagian bahkan lenyap tanpa meninggalkan sisa jasad sama sekali kecuali bayangan di jalan.

Mengerikan? Memang. Sampai Albert Einstein pun menyesali keterlibatannya dalam pembuatan senjata nuklir tersebut, meski Oppenheimer tidak.

Jadi, senjata nuklir itu seperti apa?

Setidaknya ada dua jenis senjata nuklir yang dibuat dan disimpan di gudang persenjataan berbagai negara (kita sebut nuclear weapon states) saat ini, yakni senjata nuklir dan senjata termonuklir. Bedanya adalah pada tahapan ledakannya. Senjata nuklir hanya memiliki satu tahap ledakan, memanfaatkan reaksi fisi. Contohnya Little Boy dan Fat Man. Karena hanya satu tahap, senjata nuklir memiliki keterbatasan seberapa besar ledakan panas yang bisa dihasilkan. Yield ledakan maksimum dari senjata nuklir yang pernah diujiledak “hanya” 720 kiloton TNT, atau setara dengan 12,45 miliar kg LPG. Cukup untuk meratakan Jakarta Selatan.

Jenis senjata nuklir dari segi desainnya ada dua, yakni gun-type dan implosion-type. Gun-type itu khusus menggunakan uranium-235 sebagai bahan bakarnya. Cara kerjanya, ada dua silinder kosong uranium dengan diameter berbeda, yang satu ditaruh di depan, satu di belakang. Kira-kira bentuknya mirip bambu, yang depat lubangnya lebih besar, yang belakang lebih kecil. Ketika akan diledakkan, silinder uranium di belakang ditembakkan ke depan, sehingga masuk ke dalam silinder uranium di depan, membentuk massa kritis.

Apa itu massa kritis? Massa yang dibutuhkan oleh bahan bakar nuklir agar mampu menghasilkan reaksi fisi nuklir secara berantai, terus menerus.

Kita tahu rumus reaksi fisi sebagai berikut.

U-235 + n -> X1 + X2 + 2-3 n + 200 MeV

Dihasilkan 2-3 netron baru dari hasil fisi ini. Pertanyaannya, itu netron lari ke mana?

Betul, ditangkap lagi oleh atom uranium-235 yang lain.

Di senjata nuklir, reaksi fisi berantai ini naik secara eksponensial, sehingga sama sekali tidak bisa dikendalikan dan akhirnya energi 200 MeV yang terlepas itu dikali triliunan reaksi fisi lain dan menjadi ledakan mahadahsyat. Namun, reaksi itu baru bisa terjadi kalau massa uranium-235 cukup. Kurang dari itu, reaksi fisi berantai tidak akan terjadi. Untuk uranium-235, massa kritis sekitar 64 kg.

Jadi cukup 64 kg uranium-235 untuk menghancurkan Hiroshima.

Implosion-type itu khusus untuk plutonium-239. Karena pengotor plutonium-240 yang secara praktis tidak bisa dihilangkan, senjata model gun-type tidak bisa digunakan. Jadi perlu dibuat struktur baru, yakni plutonium-239 ditempelkan di sisi dalam struktur bola gemoy, dengan peledak di permukaan luarnya. Peledak itu kemudian akan mengompres plutonium ke pusat bola, meningkatkan kepadatan plutonium berkali lipat sehingga mencapai massa kritis, lalu DHUAR! Meledak.

Fat Man membutuhkan 6,4 kg plutonium-239 untuk menghancurkan Nagasaki, setara dengan massa kritis plutonium-239. Cuma 10% dari uranium-235. Artinya, plutonium-239 lebih psikopat.

Senjata termonuklir (atau sering disebut sebagai bom hidrogen), di sisi lain, adalah gabungan dari reaksi fisi dan fusi. Jadi, reaksi fisi dimulai dulu, biasanya pakai plutonium-239 dalam konfigurasi implosion-type. Nah, setelah meledak, di sekelilingnya pasti temperatur dan tekanan akan naik drastis. Nah, itu lingkungan yang sangat pas untuk memantik reaksi fusi, yang bahannya adalah litium-6 dan deuterium. Netron dari reaksi fusi akan menembak litium-6 dan menghasilkan tritium, lalu tritium itu akan berfusi dengan deuterium menjadi helium.

H-3 + H-2 -> He-4 + n + 17,6 MeV

Mengingat atom ringan yang berfusi itu sangat banyak, walau energi yang dilepaskan hanya 17,6 MeV, tingkat ledakannya jauh lebih besar daripada tahap fisi. Sehingga, kalau ledakan senjata nuklir itu masih jauh di bawah 1 megaton TNT, maka senjata termonuklir bisa jauh melebihi 1 megaton TNT.

Senjata termonuklir terbesar yang pernah diujiledak namanya Tsar Bomba, desain Uni Soviet, pada masa Perang Dingin. Ketika diledakkan, senjatanya sampai terdorong balik ke udara saking besarnya daya ledak Tsar Bomba, bahkan pilot yang menjatuhkannya hampir saja tidak selamat.

Yield ledakan Tsar Bomba itu 50 megaton TNT, atau setara dengan 865,2 miliar kg LPG. Jadi kalau diibaratkan, tata rapi 288,4 miliar tabung gas LPG 3 kg, lalu ledakkan semuanya berbarengan. Nah, kira-kira begitu bayangannya.

Senjata termonuklir tidak pernah digunakan di peperangan, lebih digunakan untuk untuk menakut-nakuti negara musuh alias deterrence. Saat ini pun, senjata nuklir sudah berevolusi desainnya sehingga lebih banyak ditujukan untuk menarget sasaran secara akurat ketimbang memberikan kerusakan secara luas di tengah kota.

Saat ini hanya sedikit negara yang memiliki senjata nuklir, yakni Amerika Serikat, Rusia, Cina, Inggris, Prancis, India, Pakistan, Korea Utara, dan entitas illegal zionis penjajah maniak genosida yang menyebut diri mereka sebagai Israel. Amerika Serikat dan Rusia terlibat dalam pelucutan sebagian senjata nuklir mereka, tapi inventori yang mereka miliki masih sangat banyak ketimbang negara-negara lainnya.

Jadi, kalau ditanyakan apakah nuklir = bom? Tidak juga, tapi memang bisa dibuat bom nuklir. Sama seperti api bisa dipakai untuk membakar rumah tetangga yang ketahuan jadi bandar judi, tapi jelas bukan hanya itu kegunaannya. Karena bakar sate kambing bumbu kecap pun bisa. Ditambah dengan Traktat Non-Proliferasi yang ditandatangani banyak negara dan keamanan nuklir yang makin kesini makin ketat, agaknya cukup mustahil negara-negara lain bisa membangun senjata nuklir sendiri dan mendeklarasikan sebagai new nuclear weapon state.

0 komentar:

Posting Komentar