Minggu, 31 Maret 2024

30 Serba Serbi Nuklir, Bagian 21: Limbah Nuklir Harus Dikubur Ribuan Tahun?

Oleh: R. Andika Putra Dwijayanto, M.Eng.

Limbah nuklir, dalam 97% kasus, tidak lebih berbahaya daripada limbah rumah tangga dan limbah industri lain, sehingga bisa dikelola sebagaimana biasa tanpa perlu perlakuan berlebih. Tinggal 3% kasus, yang termanifestasi dalam bentuk bahan bakar bekas PLTN, yang mungkin membuat sebagian orang kalangkabut. Bahan bakar bekas ini yang kemudian dianggap sebagai limbah nuklir paling berbahaya dan harus diawasi serta diberitakan ramai-ramai tanpa henti seolah-olah ini masalah yang begitu besar. Sampai-sampai muncul klaim bahwa limbah nuklir itu harus dikubur selama ribuan hingga jutaan tahun baru bisa aman.

Apa iya seperti itu?

Di satu sisi, pernyataan mungkin ini ada benarnya. Mungkin. Bold, italic, underscore di kata mungkin. Yang jadi perhatian, seringkali kalangan yang mempersoalkan masalah ini menganggap bahwa limbah industri lain tidak berbahaya. Yang menghasilkan limbah berbahaya selama puluhan ribu tahun bukan cuma nuklir. Semua industri menghasilkan limbah dengan intensitas serupa, bahkan bisa lebih buruk lagi. Pencemaran Minamata, sebagai contoh, sumbernya dari limbah merkuri dari industri kimia dan sudah menyebabkan korban jiwa. Limbah PLTN, di sisi lain, tidak pernah membunuh seorang pun manusia hingga saat ini, dan kemungkinan besar hingga jutaan tahun ke depan.

Kenapa mungkin ada benarnya? Karena ada komponen di dalam bahan bakar bekas yang butuh waktu ribuan hingga jutaan tahun hingga radioaktivitasnya turun setara dengan radioaktivitas alam. Apa kalau radioaktivitas lebih tinggi daripada radioaktivitas alam itu jadi berbahaya? Tidak juga, karena radioaktivitas alam sendiri berbeda-beda antar satu daerah dengan daerah lain. Jadi kenapa harus dibiarkan meluruh selama itu? Bingung?

Supaya tidak tambah pusing, coba kita breakdown dulu komponen bahan bakar bekas PLTN.

Tiap tahun, PLTN tipe PWR dengan daya 1000 MWe menghasilkan setidaknya 30 ton bahan bakar bekas. Dari 30 ton ini, 95% adalah uranium-238 yang radioaktivitasnya sama dengan radioaktivitas uranium-238 yang ada di alam. Artinya, 28,5 ton bukan masalah radiasi. Bisa disimpan dulu atau diolah untuk dipakai di PLTN Generasi IV. Sisa 1,5 ton.

Kemudian, 1% adalah uranium-235 yang tidak sempat mengalami reaksi fisi. Artinya sekitar 300 kg uranium-235. Ada sedikit pengotor berupa uranium-236, tapi tidak mengubah radioaktivitas secara signifikan. Masih bisa dipakai lagi di Reaktor Generasi IV. Sisa 1,2 ton.

Berikutnya, 3% adalah produk fisi. Ini adalah hasil pembelahan atom-atom uranium-235, dan sebagian kecil plutonium-239 dari hasil transmutasi uranium-238. Artinya sekitar 900 kg. Produk fisi bermacam-macam umur paruhnya, tapi jarang sekali yang berumur sangat panjang. Caesium-137 adalah produk fisi berjumlah signifikan yang punya umur paruh paling panjang, yakni 30 tahun. Prinsipnya, radioaktivitas bisa dinyatakan menghilang ketika sudah lewat 10 kali umur paruh. Dari sini, caesium-137 secara praktis sudah berubah semua menjadi atom stabil setelah 300 tahun. Menyimpan produk fisi ini selama 300 tahun bukan perkara sulit, sudah banyak struktur geologis dan bangunan yang bisa bertahan jauh lebih lama daripada itu. Sisa 300 kg.

Komponen terakhir yang seringkali dipersoalkan itu elemen transuranik. Elemen ini merupakan elemen-elemen berat dengan nomor massa lebih tinggi dari nomor massa uranium. Umumnya, elemen transuranik yang terdapat pada bahan bakar nuklir bekas adalah neptunium, plutonium, americium, dan curium. Dari keempat elemen ini, plutonium adalah yang paling banyak, sekitar 90%. Plutonium sering dituduh butuh dikubur jutaan tahun, tapi kalau negaranya punya akal sehat, plutonium ini tidak akan dikubur begitu saja. Plutonium bisa dipakai di reaktor nuklir, baik Generasi II hingga Generasi IV, untuk menghasilkan energi. Sayang sekali kalau dibuang-buang. Jadi plutonium ini bukan masalah besar. Sisa 30 kg.

Dari isotop-isotop lain, yang kita sebut aktinida minor, neptunium jumlahnya sekitar 40%. Kegunaan utamanya adalah untuk bahan baku produksi plutonium-238, yang bisa dipakai untuk radioisotope thermoelectric generator (RTG). Benda itu umumnya digunakan untuk misi luar angkasa, seperti ke Mars atau Saturnus. Bahkan misi luar tata surya, ketika sinar matahari tidak cukup untuk menyalakan perangkat elektronik. Namun, kalau tidak punya proyek luar angkasa, neptunium ini tidak terlampau berguna.

Americium terdiri dari isotop americium-241 dan americium-243. Yang terakhir tidak berguna, sementara yang pertama bisa digunakan untuk berbagai keperluan radioisotop seperti pengganti plutonium-238 untuk RTG dan untuk alarm kebakaran. Tidak banyak opsi penggunaannya.

Curium, di sisi lain, adalah yang paling tidak berguna. Tidak ada manfaatnya secara biologi, kimia, termal, atau apapun. Curium biasanya hanya 2% dari elemen aktinida minor, atau 600 gram.

Anggap saja aktinida minor tidak ada gunanya semua, tidak mau dimanfaatkan ulang. Maka tiap tahunnya, limbah umur panjang yang dihasilkan hanya 30 kg. Volumenya seberapa besar? Kalau dibentuk jadi kotak, ukurannya sekitar 13,6 × 13,6 × 13,6 cm.

Kecil? Memang. Cuma segini limbah PLTN yang katanya harus dikubur selama jutaan tahun. Kalau misalkan Indonesia punya 100 PLTN, dan beroperasi selama 100 tahun, maka akan dihasilkan 10 ribu kubus aktinida minor, yang kalau ditumpuk di Lapangan Tenis Senayan masih sisa ruangan banyak sekali.

Apa iya limbah sebegitu sedikitnya akan membahayakan?

Lagipula, ada ketigau berita bagus dari limbah yang katanya harus disimpan jutaan tahun ini.

Pertama, seluruh elemen transuranik itu pemancar radiasi alfa. Sebagaimana kita ketahui, radiasi alfa hanya berbahaya kalau tertelan atau terhirup. Itu juga bahayanya tidak langsung kelihatan. Sementara, ketika limbah ini dikubur, tidak ada jalan manusia bisa menghirup atau menelannya. Kecuali dengan sengaja mendatangi repositori limbah, membongkarnya, dan menelannya. Yang mana, hanya orang gangguan jiwa yang akan repot-repot melakukannya. Jadi, secara praktis, tidak ada jalur untuk radiasi alfa itu agar masuk ke tubuh manusia, kecuali melalui kebocoran perlahan dalam rentang waktu jutaan tahun. Cohen (1991) mengkalkulasi bahwa, kalau limbah PLTN di AS disimpan semua di Gunung Yucca, Nevada, maka dalam 13 juta tahun, hanya dapat terjadi 0,0014 kematian.

Angka macam apa ini? Apa itu yang dikatakan sebagai bahaya antar generasi?

Kedua, umur paruh panjang itu berkorelasi dengan rendahnya radioaktivitas. Semakin pendek umur paruh, semakin tinggi radioaktivitasnya, dan sebaliknya. Kenapa? Karena prinsip fisikanya begitu. Persamaan aktivitas terhadap umur paruh dapat dinyatakan sebagai berikut.

I = I0.exp(-λ.t)

Dengan λ adalah ln 2/umur paruh. Karena korelasi eksponensial negatif, dengan umur paruh sebagai penyebut, maka semakin panjang umur paruh, faktor pengali I0 semakin kecil, sehingga radioaktivitas I pada waktu t jadi lebih besar daripada jika umur paruhnya pendek. Radioaktivitas lebih besar menunjukkan perubahan radioaktivitas terhadap waktu lebih kecil, yang berarti aktivitas peluruhannya lebih rendah. Semakin rendah radioaktivitas, semakin rendah pula ancaman radiasinya. Jadi, tidak serta merta umur paruh panjang lantas bisa dikatakan berbahaya.

Ketiga, umur paruh panjang itu berarti pada suatu saat semua bahan radioaktif itu akan menjadi stabil dan tidak berbahaya. Tidak lagi beracun dan mengancam lingkungan serta manusia. Beda dengan, katakanlah, arsenik dan merkuri yang dilepaskan dari industri kimia, kadmium yang bocor dari instalasi panel surya, yang semuanya akan tetap beracun sampai kiamat dan matahari menelan bumi. Jadi, mana yang sesungguhnya lebih bahaya?

Ada baiknya melihat ‘reaktor nuklir alam’ yang ada di Oklo, Gabon. Sekitar 2 milyar tahun yang lalu, ketika tidak ada organisme multiseluler di permukaan bumi, kompleks batu pasir di daerah yang kini bernama Oklo mengandung cukup bijih uranium dan air untuk melakukan reaksi fisi nuklir berantai secara alami. Waktu itu, kadar uranium-235 di bumi mencapai 3%. Reaksi fisi itu terjadi selama 500 ribu tahun sebelum akhirnya berhenti. Ditemukan lebih dari 6 ton material radioaktif berupa produk fisi dan plutonium di 16 situs reaktor alam, tersentralisasi, dan hanya ‘bergeser’ tidak lebih dari 10 meter dari lokasi awalnya.

Kalau alam sudah menunjukkan dengan sukses bahwa elemen transuranik bisa dijaga tetap stabil dalam struktur geologis selama miliaran tahun, apa yang membuat orang-orang berpikir bahwa produk fisi dan elemen transuranik yang butuh dikubur ‘hanya’ ribuan tahun tidak bisa diisolasi dengan semestinya?

0 komentar:

Posting Komentar