Oleh: R. Andika Putra Dwijayanto, M.Eng.
Limbah radioaktif
dari PLTN, sebagaimana namanya, bersifat radioaktif. Jadi limbahnya memancarkan
radiasi dan kadar radiasinya berkurang seiring berjalannya waktu. Yang beda-beda
mungkin berapa lama limbah ini memancarkan radiasi yang, seperti disinggung
sebelumnya, seringkali membuat orang jiper duluan terhadap limbah radioaktif. Seolah-olah
bahaya radiasi lebih berbahaya daripada bahaya kimiawi.
Berita baiknya,
volume limbah radioaktif itu kecil sekali. Kalau warga Indonesia menggunakan
listrik seumur hidupnya dari energi nuklir, maka volume limbah yang dihasilkan cuma
setara segelas teh bandulan. Sedikit sekali. Tidak susah mencari tempat untuk mengubur
limbah sekecil itu.
Tapi, kan, tetap
saja limbah radioaktif itu umur paruhnya panjang sekali? Bisa ribuan bahkan
jutaan tahun! Apa tidak bisa dilenyapkan saja?
Pertanyaan bagus.
Interestingly… hal itu bisa dilakukan.
Kembali sedikit
ke prinsip reaksi nuklir. Ada tiga reaksi yang paling berpengaruh dalam mengubah
sebuah kondisi atom, yakni reaksi fisi, transmutasi, dan peluruhan. Reaksi fisi
paling mudah terjadi pada atom-atom yang mudah belah, misalkan uranium-233,
uranium-235, plutonium-239, dan plutonium-241. Transmutasi bisa terjadi pada practically
semua atom, tetapi peluang terjadinya transmutasi ini yang beda-beda, tergantung
seberapa kemaruk atom tersebut terhadap netron. Peluruhan terjadi pada atom
bersifat radioaktif, melepaskan elektron dan atau radiasi alfa untuk mengurangi
jumlah massa dan atomnya sehingga berubah menjadi atom stabil.
Pada limbah
radioaktif, kalau limbah itu tidak diapa-apakan, reaksi paling dominan adalah
reaksi peluruhan, yang waktunya bergantung pada umur paruhnya. Kadang-kadang
ada yang mengalami reaksi fisi spontan (walau tidak uhuy), tapi sedikit sekali
yang bisa mengalaminya. Kalau bergantung saja pada reaksi peluruhan, tentu akan
makan waktu lama agar limbah PLTN ini berubah ke kondisi stabil.
Reaksi fisi pun tidak
selalu bisa dilakukan, karena elemen transuranik rerata tidak bisa mengalami
reaksi fisi. Dua isotop plutonium bisa, tapi plutonium bisa dipakai lagi di
reaktor nuklir, dan itu tidak menyelesaikan isu di unsur-unsur lain.
Berarti kemungkinannya
tinggal reaksi transmutasi. Reaksi inilah yang bisa kita manfaatkan untuk
melenyapkan limbah PLTN, khususnya aktinida minor. Caranya seperti apa? Ada beberapa
kemungkinan, kita bahas dua secara umum.
Opsi pertama
adalah menggunakan reaktor eksisting, baik reaktor daya nuklir maupun reaktor
riset. Kalau menggunakan reaktor riset, maka target berupa aktinida minor
dimasukkan ke dalam slot kosong di dalam teras reaktor, dan diiradiasi
sebagaimana mengiradiasi target uranium. Studi yang dilakukan oleh Setiawan
(2020) menunjukkan bahwa isotop americium-241 yang dihasilkan oleh 4 unit PLTN
tipe PWR 1000 MWe tiap tahun bisa dilenyapkan dengan menggunakan reaktor riset
berdaya 30 MWe. Studi lain oleh Dwijayanto (2021) menunjukkan bahwa selama dua
tahun iradiasi di reaktor riset berdaya sama, 1 kg aktinida minor berhasil
dilenyapkan. Tidak terlalu banyak, tapi lumayan, lah.
Pakai reaktor
daya nuklir lebih bagus lagi, karena daya reaktornya puluhan kali lebih besar. Kalau
dilenyapkan di Reaktor Berpendingin Air, opsinya adalah dengan melapisi bahan
bakar dengan coating berupa aktinida minor. Sifatnya jadi seperti racun
dapat-bakar. Netron bakalan disedot duluan oleh coating aktinida minor
ini sampai habis, baru setelah itu bahan bakarnya bisa menyerap netron. Dengan begini,
aktinida minornya sudah tereliminasi duluan. Prinsip yang sama bisa diterpakan
di Reaktor Berpendingin Logam. Opsi lainnya, aktinida minor tidak dipisahkan dari
plutonium, tapi disatukan dan dibakar di dalam reaktor nuklir bersama thorium. Karena
atom thorium lebih ringan, seperti dijelaskan di Bagian 13, butuh jalan sangat
panjang supaya bisa produksi aktinida minor. Imbasnya, aktinida minor bisa
dieliminasi tanpa adanya pembentukan aktinida minor baru. Kalau dicampur
uranium-238, aktinida minor bukannya berkurang malah nambah. Jadi memang harus
pakai thorium.
Di Reaktor Berpendingin
Garam, aktinida minor bisa langsung dilarutkan ke dalam garam cair dan
dibiarkan saja sampai lenyap semuanya setelah dibombardir netron. Syaratnya?
Pakai thorium sebagai bahan bakarnya. Studi oleh Ashraf (2020) menunjukkan
bahwa transmutasi aktinida minor selama 40 tahun di MSR termal dan cepat dapat mengeliminasi
41% dan 88% aktinida minor dari kondisi awal. Artinya, MSR berbahan bakar
thorium sangat potensial untuk melenyapkan aktinida minor.
Opsi kedua
adalah menggunakan sistem khusus yang ditujukan untuk melenyapkan aktinida
minor. Teknologi yang diajukan adalah accelerator-driven system (ADS). Sistem
ADS ini meningkatkan kecepatan partikel subatomik, biasanya proton, memberinya
energi cukup untuk berinteraksi dengan inti atom aktinida minor. Proton ditembakkan
oleh ADS untuk kemudian ditangkap oleh aktinida minor, mentransmutasikannya menjadi
atom berbeda. Kemungkinan lain adalah proton ditembakkan ke target spalasi,
biasanya tungsten, yang kemudian dari tungsten itu akan dihasilkan netron yang
bisa digunakan untuk transmutasi aktinida minor. ADS ini belum ada yang komersial
untuk tujuan melenyapkan aktinida minor, dan biayanya mahal.
Pada dasarnya,
aktinida minor tidak perlu-perlu amat dilenyapkan karena volumenya rendah dan cuma
berbahaya kalau terhirup atau tertelan, yang mana kedua kondisi ini sulit
sekali terjadi. Tapi kalau semisal kondisi politik agak-agak rewel dan mengharuskan
aktinida minor untuk dieliminasi sebagian besarnya, ya sudah basmi saja pakai
transmutasi. Sebisa mungkin pakai Generasi IV, supaya tuntas sama sekali.
0 komentar:
Posting Komentar