Senin, 15 April 2024

Nalar Bodor Ateis Dobol

Dalam berbagai analisis saintifik, misal di ilmu fisika, kebenaran suatu analisis bergantung pada asumsi model yang digunakan. Contoh ketika mau analisis mekanika fluida. Ketika fluida kerja yang berlaku adalah lelehan garam pada temperatur 700 °C, maka tidak bisa mekanika fluida ini dianalisis menggunakan model fluida Newtonian. Mau tidak mau harus menggunakan model fluida non-Newtonian. Menggunakan model fluida Newtonian untuk menganalisis mekanika fluida lelehan garam hanya akan membawa hasil analisis yang salah total. Koefisien viskositas yang harusnya dinamis (dynamic viscosity) malah jadi constant viscosity. Hasilnya, analisis turbulensi aliran fluida dan transfer panas akan berantakan.


Contoh lain misalkan analisis kinetika reaktor nuklir pada molten salt reactor. Jika kalkulasi periode reaktor dihitung dengan mengasumsikan tidak ada fraksi netron kasip yang hilang dari teras reaktor akibat sirkulasi bahan bakar garam di kalang primer, maka nilai periode reaktor akan overestimasi, terlalu tinggi dibandingkan sistem riil. Dalam praktiknya akan berbahaya pada kendali reaktivitas reaktor, karena waktu respon terhadap transien akibat sisipan reaktivitas jadi keliru akibat salah hitung periode reaktor.


Dari kedua contoh ini, cukup jelas bahwa menganalisis sebuah sistem, menggunakan persamaan matematis, WAJIB dilandaskan pada asumsi yang tepat, kalau tidak mau hasilnya berantakan.


Maka, kalau ada ateis dobol yang secara semprul mengasumsikan bahwa "Agama yg men-claim bahwa semua pengetahuan di dunia sudah ada pada agamanya mengimplikasikan bahwa tidak ada pengetahuan baru di luar agamanya" dan membuat kurva matematis yang menunjukkan bahwa keberagamaan menghasilkan kemunduran sains, maka jelas tanpa keraguan sedikit pun bahwa itu adalah asumsi ngawur yang dibentuk dari kedunguan kronis, tidak berlandaskan realita, hanya asumsi delusionalnya sendiri. Maka, kurva yang dibentuk dari persamaan yang mengasumsikan hal tersebut hasilnya akan ngawur babar blas.


Ini belum membahas model persamaan matematisnya yang bisa didebat sampai kiamat.


Jadi penyembah sains bukan jaminan otaknya cerdas, lebih sering kejadian justru sebaliknya, tambah bego beyond recognition. Biasanya, penyembah sains model begini juga tidak ada kontribusi ke sains itu sendiri, alias gede mulut doang. Sementara yang beragama dan taat justru kontribusinya lebih banyak dan lebih berdampak, baik dalam ilmu alam maupun ilmu rekayasa teknik.


Ateis luar sibuk dalam pengembangan saintek tanpa sibuk merecoki masalah agama, sementara ateis di mari sibuk merecoki agama tapi tidak ada kontribusi apa-apa dalam kemajuan saintek. Yang ngawur kebijakan negara, yang disalahin agama. Mau heran tapi…

0 komentar:

Posting Komentar